Sebulan Tak Sampai 10 SPDP Diterima Kejaksaan

Sebulan Tak Sampai 10 SPDP Diterima Kejaksaan

Berkas perkara jambret yang dikirim ke kejaksaan ternyata tidak sebanding dengan kejadian yang sebenarnya. Faktanya dalam sehari begal jalanan ini bisa beraksi di Surabaya lebih dari tiga kali di tempat kejadian perkara (TKP) yang berbeda. Bahkan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirim penyidik, mulai dari Satreskrim Polrestabes Surabaya maupun Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak tidak sampai sepuluh SPDP. Seperti yang dikatakan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Surabaya Farriman Isandi Siregar, bahwa yang masuk di kejaksaan rata-rata tujuh SPDP per bulannya. “Dari polisi (SPDP, red) per bulan rata-rata tujuh perkara,” jelasnya kepada Memorandum. Lanjutnya, dari semua SPDP yang diterima hingga pelimpahan tahap dua dan dilanjutkan ke pengadilan tidak banyak bergeser tiap bulannya. “Rata-rata tujuh perkara yang dilimpahkan ke pengadilan,” imbuh Farriman. Farriman menambahkan, terkait tuntutan ke pelaku jambret berkisar 3 tahun hingga 5 tahun penjara.  “Kalau korban sampai meninggal, bisa lebih tinggi lagi. Karena sangat meresahkan masyarakat,” tegasnya. Disinggung soal tuntutan yang hanya bulanan, Farriman menegaskan hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh pihak kejaksaan. “Itu tidak mungkin kalau kita menuntut bulanan. Ancaman jambret saja bisa sampai dua belas tahun penjara,” jelasnya. Seperti kasus penjambretan di kawasan Sukomanunggal, hingga korbannya menderita kaki buntung, pihaknya menuntut 6 tahun penjara.  “Itu sudah ada perdamaian dengan pihak keluarga tapi kita menuntutnya enam tahun penjara. Kalau tidak ada damai, bisa lebih tinggi lagi,” pungkas Farriman. Untuk perkara yang dilimpahkan ke Kejari Surabaya tahun ini yaitu Januari (7 perkara), Februari (5 perkara), Maret (8 perkara), April (6 perkara), Mei (7 perkara), Juni (12 perkara), dan Juli (4 perkara). Jumlah perkara yang hampir sama juga diterima di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Dikatakan Kasi Pidum Kejari Eko Budisusanto, SPDP yang diterima dari penyidik kepolisian tidak sampai sepuluh SPDP. “Rata-rata lima hingga delapan SPDP yang diterima dari penyidik,” jelas Eko. Lanjut Eko, dari data Januari hingga Agustus ada 71 kasus yang diterima di pidana umum. Dengan rincian, 29 kasus pelaku anak-anak dan 42 kasus dengan pelaku dewasa. “Dari perkara-perkara itu, korbannya yang meninggal ada tiga orang,” tambah Eko. Tambahnya, selama menangani kasus jambret sudah ada lima perkara yang dituntut tujuh tahun penjara. “Apalagi kalau korbannya meninggal. Ada satu perkara yang saat ini masih menunggu putusan, korbannya meninggal saat dijambret HP-nya,” pungkas Eko. Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Safri Abdullah mengatakan perkara jambret yang disidangkan dalam per bulan tidak sampai sepuluh perkara. “Untuk kasus 365 KUHP, rata-rata per bulan dua sampai tiga sidang. Bahkan, untuk Agustus ini belum ada. Hanya perkara 363 KUHP,” jelasnya. Tambah Safri, namun Juli lalu jumlahnya lebih banyak yaitu tujuh perkara yang disidangkan. “Satu perkara bisa lebih dari satu pelaku. Namun, korbannya tidak ada yang meninggal hanya terluka,” ujar Safri. Disingung soal vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa, Safri menegaskan bahwa itu tergantung dari perbuatannya. “Karena ada kekerasan dan mengakibatkan korban misalnya terluka dan meninggal. Semakin besar akibatnya maka vonis juga semakin tinggi,” tegasnya. Untuk terdakwa anak di bawah umur, lanjutnya, pasti hukumannya berbeda dengan orang dewasa. “Karena dia (anak-anak, red) terikat dengan sistem peradilan anak, hukumannya beda dengan dewasa,” bebernya. Tambah Safri, dalam menentukan vonis terhadap terdakwa kasus 365 KUHP, pihaknya menuju rasa keadilan. “Karena awalnya mereka merampas barang. Dari perbuatannya itu mengakibatkan korban luka bahkan meninggal,” pungkas Safri. (fer/nov)

Sumber: