Dewan Surabaya: Silahkan Jalur Hukum

Dewan Surabaya: Silahkan Jalur Hukum

Surabaya, memorandum.co.id - Dampak Perwali 33/2020 sudah sampai di telinga wakil rakyat. "DPRD telah menerima surat-surat pengaduan dari para pekerja dalam beberapa hari terakhir. Dan, surat pengaduan itu telah ditangani oleh komisi yang membidangi,” kata Adi Sutarwijono, Ketua DPRD Kota Surabaya. Politisi PDIP yang akrab disapa Awi ini menambahkan, pada tataran regulasi, pihaknya melihat perubahan arah kebijakan pemerintah pusat. Di satu pihak berorientasi menangani pandemi Covid-19, di pihak lain mendorong produktivitas masyarakat tumbuh. Termasuk mengaktivasi unit-unit usaha ekonomi, sehingga roda perekonomian berjalan bergerak kembali. “Silahkan Pemerintah Kota Surabaya melakukan penyelarasan dan penyesuaian kebijakan di tingkat lokal, dengan arah kebijakan pemerintah pusat,” jelasnya. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A. Hermas Thony juga bersuara. Menurutnya, carut marut dari pada presepsi terhadap perwali ini sudah berurang dewan sampaikan. Tapi nyatanya pemkot masih tetap kekeh dengan pendapat dan presepsinya yang salah. "Terkait Perwali 33, dewan sudah mengingatkan berkali-kali, agar pemkot untuk tidak melakukan penutupan RHU yang menjadi rumpun ataupun bagian dari destinasi wisata," kata Thony. Terlebih, Penasehat Fraksi Gerindra menambahkan, kalau pemkot tetap ngotot dengan persepsinya yang salah dan tetap menutup RHU, masyarakat yang dirugikan bisa mengambil kebijakan tegas. Pertama masyarakat silahkan menempuh julur hukum, dan kedua kepada komisi yang membidangi agar pemkot dipanggil dan menyelesaikanya. Thony menilai, Pemkot Surabaya dalam membuat perwali 33 tidak jeli. Sehingga antara yang diharapkan pemkot dengan yang dirumuskan itu maknanya berbeda. "Seperti di pasal 20, di dalam ayat 2 itu mohon untuk dibaca dengan benar. Bahwa pada ayat 2 itu diawali dengan selain kegiatan tempat rekreasi dan olahraga sebagaimana tersebut di atas pada ayat 1 maksudnya, itu tidak boleh buka," paparnya. Beda lagi dengan yang dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar Arif Fathoni. Arif menilai perwali  ini dianggap minim kajian akademis dan empiris. “Jadi perubahan Perwali 28 yang digantikan Perwali nomor 33 ini memang saya menduga minim kajian akademis,” kata Fathoni, Rabu (5/8). “Saya yakin bu Risma belum membaca ini secara detail. Menurut saya, ini tindakan satu dua orang saja yang saya pikir tidak melalui diskusi yang panjang di internal pemkot dan tidak melibatkan ahli ahli yang selama ini digunakan pemerintah kota untuk menyusun kajian kajian akademis raperda,” terangnya. Wakil Ketua Fraksi PKB Mahfudz malah lebih vokal. Mahfuds malah mengatakan Perwali 33/2020 layak dicabut. Pasalnya, perwali yang diterbitkan sebagai penggati Perwali 28/2020 dinilai sama sekali tidak berpihak kepada rakyat kecil. “Kami minta Pemkot mencabut Perwali 33/2020 dan kembalikan ke Perwali 28,” tegasnya. Menurut politisi PKB ini, Perwali 33/2020 jelas bisa mematikan pelaku usaha malam hari seperti usaha warkop, warung, pedagang sate, dan lainnya. Terutama sentra PKL Pucang, sentra PKL Bratang, dan PKL Kedungdoro Binangun. “Kasihan mereka sudah berbulan-bulan tidak bekerja. Pedagang-pedagang kecil bisa mati kelaparan bukan karena Corona,” jelas Mahfudz. Mahfudz juga menyoroti kalau pemberlakuan Perwali 33/2020 itu tidak tepat karena tanpa disertai kajian akademisi. “Mengapa tiba-tiba diberlakukan. Sedangkan Perwali nomor 28/2020 sebelumnya dievaluasi sehingga tidak tahu kekurangannya,” ungkapnya. Anggota Fraksi PDI Perjuangan John Thamrun juga menegaskan, kebijakan pemberlakuan jam malam Perwali 33/2020 bagi pelaku usaha di Surabaya tidak efektif. "Sebetulnya aturan perwali itu bertentangan dengan bu wali kota. Karena bertentangan keberpihakan bu wali kota terhadap perekonomian yang ada di Kota Surabaya di dalam situasi musibah pandemi covid-19," kata John Thamrun melalui telepon. Terkait penerapan Perwali 33/2020, menurut anggota Komisi B ini berimbas pada roda perekonomian di Kota Surabaya mengalami penurunan hingga 75 persen. "Tentunya perwali itu segera direvisi tidak dilihat dari segi kesehatan, tapi juga memperhatikan dari segi perekonomian. Jadi penerapan perwali ini membuat ketimpangan terhadap sektor perekonomian," terang dia. Lanjutnya, seharusnya di dalam Perwali 33/2020 mengandung unsur memperhatikan dan pembelaan kepada perekonomian di Kota Surabaya. "Salah satu contoh pelaku seni, budaya, UMKM, RHU dan tempat olahraga pada akhirnya saat ini berhenti, sehingga  perekonomian terhambat dengan diberlakukan jam malam tersebut," ujarnya. Solusi supaya perekonomian Kota Surabaya kembali normal, lanjut John Thamrun, edukasi penerapan protokol kesehatan yang harus seringkali di audensikan kepada para pelaku usaha, sehingga perekonomian tidak berhenti. (alf/why/rif)  

Sumber: