Banyak Bertebaran, Baliho Eri Cahyadi-Risma Dinilai Tak Beretika
Surabaya, Memorandum.co.id - Kontestasi Pilwali Surabaya kian dekat. Wajah-wajah bakal calon wakil wali kota mulai bertebaran di beberapa titik Kota Pahwalan. Tak terkecuali dua pejabat publik yakni Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi dan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini bermunculan di beberapa titik pusat kota. Seperti baliho besar yang ada di Jalan Kertajaya. Reklame bergambar Eri Cahyadi dan Wali Kota Risma itu diduga dipasang relawan Eri Cahyadi. Hal itu diperkuat dengan tulisan @relawanericahyadi. Baliho itu bertulis "Eri Cahyadi Birokrat Berpengalaman, YANG DIPERCAYA DAN DIDUKUNG BU RISMA, JELASSS TERBAIK UNTUK KOTA SURABAYA, #EriPenerusRisma. Reklame yang sama juga ditemukan di titik yang berbeda di wilayah Kertajaya. Lagi-lagi, Eri dalam baliho ukuran besar itu berduet dengan Wali Kota Risma. "Visi Sama, Mimpi Serupa Lanjutkan Harapan Surabaya" "#EriPenerusRisma" "Birokrat Berpengalaman" tulis dalam di baliho itu. Munculnya reklame bergambar Eri yang mengklaim sebagai penerus Tri Rismaharini ini memantik sejumlah pertanyaan. Karena seperti diketahui, Eri saat ini statusnya masih Pegawai Negeri Sipil alias Aparatur Sipil Negara (ASN). Pengamat Politik Surokim Abdussalam mengatakan, dalam strategi komunikasi hal itu termasuk transfer of device, di mana kandidat mencoba untuk mendapat Tri Rismaharini effect dalam kontestasi. "Dalam konteks marketing politik, itu termasuk efektif, khususnya untuk menggaet pemilih fanatis atau strong voters-nya Bu Risma. Menurut saya, itu spanduk sosialisasi menuju Pilkada karena arah pesannya untuk kontestasi Pilwali. Dan sepertinya Bu Risma juga tidak keberatan karena gambar sejenis juga sudah sempat beredar di tempat lain," kata Surokim kepada Memorandum.co.id, Senin (3/8). Mengingat, lanjut Surokim yang juga Peneliti Surabaya Survey Center (SSC) ini, Eri Cahyadi saat ini posisinya ASN, tentu dengan beredarnya baliho dukungan untuk menggantikan kedudukan Risma dalam Pilwali menuai pro-kontra di masyarakat. "Memang sih debatable karena posisi Pak Eri yang PNS aktif terikat oleh aturan yang lebih ketat soal keterlibatan dalam kontes Pilkada. Jika sudah yakin ikut kontestasi, menurut saya lebih bijak jika mengambil cuti sehingga spanduk-spanduk begitu tidak menimbulkan polemik pro-kontra di mata masyarakat. Seorang birokrat ikut dalam kontestasi Pilkada menurut saya sah-sah saja gak ada larangan, asal sesuai dengan aturan yang ada. Atau mungkin saja Mas Eri sedang menunggu kepastian rekomendasi dari partai juga serba mungkin dalam situasi ini," ujar Dekan Fakuktas Sosial dan Politik Universitas Trunojoyo ini. Menurut Surokim, saat ini yang menarik untuk ditelusur adalah siapa yang memasang baliho itu. "Relawah kah? Pak Eri kah? Atau siapa? Sehingga bisa dipastikan asal muasalnya. Mengingat sering disampaikan Pak Eri dan tim tidak merasa memasang baliho seperti itu. Nah, dari sini situasi menjadi pelik. Terlepas dari pro-kontra, menurut saya, baliho itu muncul seiring dengan kian dekatnya rekomendasi PDIP dan kandidat butuh media dan sarana untuk meningkatkan elektabilitasnya," pungkasnya. Fenomena ini juga mendapat perhatian dari wakil rakyat. Sebab, reklame bergambar Eri dan Risma dinilai tidak patut dan kurang beretika. "Sebenarnya (pemasangan reklame-red) itu tidak etis, karena beliau masih sebagai ASN aktif," ungkap penasehat Fraksi Golkar, Pertiwi Ayu Krishna. Ketua Komisi A DPRD Surabaya itu juga mengakui bahwa masalah bagi ASN yang ingin maju sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri. Hal itu dipertegas sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota. "Kalau memang niat mau maju. Ya maju saja silakan, tapi harus mengundurkan diri (dari ASN)," tuturnya. Sebagai calon pemimpin harusnya Eri Cahyadi memiliki etika yang baik. Pemasangan reklame itu harusnya ditolak, sebab tidak beretika dan tidak etis dipertontonkan pada khalayak ramai. "Reklame itu tidak beretika. Dia kan belum mengundurkan diri dari ASN. Buat siapa pun, tidak hanya Eri Cahyadi, kalau mau maju ya harus beretika yang baik," ujar Ayu. Jika Eri Cahyadi beralibi bahwa reklame itu bukan dirinya yang pasang atau yang menyuruh, masyarakat Surabaya bukan orang-orang bodoh dan tidak paham aturan politik. "Terkait siapa-siapa yang memasang reklame itu, yang jelas itu tidak etis ditampilkan. Harusnya dia bisa memberikan contoh yang benar pada publik sebab statusnya sebagai ASN," pertegas Ayu. (alf)
Sumber: