Nenek Pemulung Kurban Sapi, Kita?

Nenek Pemulung Kurban Sapi, Kita?

Coba google Nenek Sahnun. Pasti muncul namanya. Cobalah google nama kita, belum tentu ada. Siapakah dia? Seorang nenek pemulung berumur 60 tahun. Ha? Mengapa lebih ngetop dari kita? Karena setiap tahun selalu berkurban. Tahun lalu, berkurban sapi. Ha? Jangan ha ha terus. Itu kenyataannya, rumah belum punya, mobil belum ada, motor belum ada, sepeda pun juga tiada, tapi dia berpunya. Lebih berpunya daripada kita. Buktinya, berkurban sapi. Sedangkan kita, rumah ada, mobil ada, motor ada, sepeda yang berlipat lipat pun ada. Berkurban apa? Terus terang saya juga mengaku kalah. Saya juga berkurban sapi, tapi yang urunan. Apakah saya dikaruniai rejeki lebih rendah dibanding Nenek Sahnun? Mungkin tidak. Saya hanya kalah niat. Nenek Sahnun lebih kuat. Setiap rupiahnya, sudah diniatkan untuk kurban. Sedang saya setiap rupiahnya masih terlalu banyak kebutuhan. Ada yang penting, ada yang tidak. Servis mobil, bayar listrik, PDAM, beli makan lewat go food, masih ingin ngelencer dan seabrek yang lain. Nenek Sahnun tidak semuanya itu. Uangnya untuk kurban. Kalah niat. Akhirnya kalah dalam berbuat. Sacrificing, pengurbanan. Ada level nabi, ada level manusia. Yang Nabi, sudah pasti kalah telak. Bagaimana seorang yang sudah tua tidak dikaruniai anak, tiada berputus asa minta terus kepada Tuhannya, akhirnya dikaruniai anak yang saleh. Pada puncak kegembiraannya itu, dia disuruh menyembelihnya. Berkali-kali. "Ya bunayya inni arafil manami anni adbahuka, fandhur madza taro Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku, aku disuruh menyembelihmu, maka pikirlah apa pendapatmu Nak?). "Ya abati if'al ma tu'mar, satajiduni insya Allah minas shabirin (wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku, termasuk golongan orang yang sabar). Itulah sacrificing kelas nabi yang diabadikan Al Quran Surat As Shaffat (100-111). Tentu, kita beda kelas dengan Ibrahim AS dan anaknya, Ismail AS, yang supersabar itu. Karena itu, perintah yang diturunkan kepada kita adalah perintah "kelas manusia" yakni cukup memotong hewan ternak. Siapkah kita lakukan tahun ini? Atau kita tunda lagi tahun depan karena covid? Tanyalah kepada Nenek Sahnun apakah covid menghalanginya untuk berkurban? Jika belum berkurban hewan ternak, apakah spirit berkurban itu juga dilakukan untuk yang lain? Misalnya, ikhlas memotong waktu tidur di sepertiga malam untuk bersujud kepadaNya? Memotong 2,5 persen harta yang telah dianugerahkan kepada kita untuk zakat? Memotong sedikit waktu kita untuk sholat jamaah tepat waktu? Rela menahan lapar untuk memenuhi perintahNya berpuasa. Apakah spirit berkurban itu juga kita pakai untuk menjadi anak yang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tuanya). Senantiasa mengurbankan sedikit waktu untuk keduanya, untuk mendoakannya, untuk meneleponnya, untuk menengoknya, untuk merawatnya? Apakah spirit berkurban itu juga kita pakai untuk menjadi suami atau isteri terbaik bagi pasangan kita? Saling mendukung untuk menjadikan rumah tangga ideal baiti jannati, rumahku adalah surgaku. Apakah spirit berkurban juga kita pakai untuk mengurbankan sedikit waktu untuk anak-anak kita, untuk memastikan mereka bisa mengaji kitab suci, untuk tertib shalatnya, untuk menjadi anak sholeh yang kelak akan mendoakan kita jika kita sudah tiada sehingga termasuk amal sholeh yang pahalanya terus mengalir seperti yang dijanjikanNya. Sungguh banyak pelajaran di setiap kita memperingati Hari Raya Kurban. Pantas Allah menurunkan ayat "watarakna 'alaihi fil akhirin" (Dan, Kami abadikan untuk Ibrahim pujian di kalangan orang yang datang kemudian) sebagai hadiah ketaatannya kepada Sang Mahapencipta. Semoga kita termasuk hambanya yang juga ahli berkurban. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: