Soal Pemakzulan Bupati Jember, Mendagri: Tunggu Putusan MA

Soal Pemakzulan Bupati Jember, Mendagri: Tunggu Putusan MA

Jakarta, Memorandum.co.id -  Usulan pemakzulan oleh DPRD terhadap Bupati Jember tidak otomatis memberhentikan posisi Bupati. Masih diperlukan jalan panjang untuk dapat memberhentikan Bupati. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian angkat bicara soal pemakzulan Bupati Jember Faida yang mencuat melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP) dalam sidang paripurna. “Bupati Jember ini kan ada istilahnya itu pemakzulan ya, adanya semacam impeachment dari DPRD-nya, maka prosedurnya nanti dari DPRD akan mengajukan ke MA,” kata Mendagri dilansir laman resmi Kemendagri dan dikutip Memorandum, Jumat (24/07/2020). Menurut Mendagri, keputusan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) dalam sidang paripurna tersebut kemudian diteruskan ke Mahkamah Agung untuk dilakukan uji materil dan dibuktikan apakah pemberhentian Bupati Jember sudah cukup bukti atau tidak. Sehingga dalam hal ini, Kemendagri juga menghormati proses hukum yang berlaku. “MA nanti akan menguji, setelah menguji semua apa ada buktinya segala macam, di situ tentu ada hak untuk membela diri dari yang dimakzulkan katakanlah begitu Bupati Jember, nanti apapun hasil keputusan MA baru nanti akan diserahkan kepada Mendagri,” jelasnya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 yang mengatur tentang ketentuan pemberhentian kepala daerah, di antaranya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban. “Nanti Mendagri akan memberikan keputusan berdasarkan pengujian dari Mahkamah Agung,” pungkasnya. Sebelumnya, Bupati Jember melalui Juru Bicara Pemkab Jember, Gatot Triyono, mengungkapkan, bahwa HMP DPRD Jember cacat prosedur karena tidak sesuai regulasi seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018. Kendati pada tahap awal pengusulannya dilakukan lebih dari 10 anggota dari 2 fraksi berbeda, tapi dalam perjalanannya, usulan itu tak disertai materi dan alasan. Sehingga HMP DPRD Jember menyalahi regulasi yang mengatur tentang penyusunan tata tertib DPRD. Menurut Gatot, dalam surat yang dikirim ke Bupati 20 Juli lalu, DPRD tidak menyertakan dokumen pendukung sesuai yang diatur PP 12/2018. Padahal, dokumen itu sangat penting bagi Bupati sebagai bahan memelajari materi penggunaan HMP. “Dalam konteks ini, Ibu Bupati jelas dirugikan,” tegas Gatot kepada memorandum.co.id, Kamis (23/7). Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riewanto, pemakzulan yang lebih disebabkan karena alasan politis sulit dikabulkan oleh fatwa hukum MA. Berdasarkan yurisprudensi Putusan-Putusan MA yang dikabulkan adalah alasan pemakzulan berdasarkan tindak pidana dan perbuatan tercela. Dapat dibaca dari putusan MA dalam kasus pemakzulan Bupati Katingan karena berzina, pemakzulan Bupati Garut karena mengawini gadis di bawah umur dan pemakzulan Wabub Gorontalo karena korupsi. “Sedangkan pemakzulan Bupati Jember karena alasan politis sulit dikabulkan MA. Adapun alasan pemakzulan karena kesalahan dalam penyusunan SOTK dan pelanggaran merit dalam sistem kepegawaian sesungguhnya sudah tuntas dan sudah difasilitasi oleh Mendagri dan DPD RI,” pungkasnya.(int/edy/gus)

Sumber: