Pelanggar Protokol Kesehatan di Surabaya Perlu Disanksi Denda

Pelanggar Protokol Kesehatan di Surabaya Perlu Disanksi Denda

Surabaya, memorandum.co.id - Selama dua pekan, Surabaya menjalani masa transisi new normal pascaberakhir pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Dr Windhu Purnomo dr MS menilai masyarakat sudah berperilaku layaknya sebelumnya tidak ada pandemi virus corona. "Masa transisi sebagai persiapan sebelum masuk new normal. Orang di Surabaya seperti tidak menganggap ada masa transisi. Contoh masih banyak mereka yang tidak memakai masker di tempat umum, berkerumun dan tidak mematuhi aturan lainnya," kata Windhu kepada memorandum.co.id melalui sabungan telepon, Senin (22/6/2020). Ia juga mengkritisi Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya nomor 28/2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya yang mengatur penegakan protokol kesehatan. Dalam perwali itu sanksi yang diberikan antara lain teguran lisan, teguran tertulis, penyitaan KTP, pembubaran kerumunan, penutupan sementara, hingga pencabutan izin usaha. Windhu menilai sanksi di dalam perwali tersebut tidak membuat pelanggar jera. "Supaya jera, harusnya sanksi yang diberikan kepada pelanggar berupa denda," jelasnya. Menurutnya, sanksi itu berbeda dengan yang diterapkan di Kabupaten Sidoarjo dan Gresik. Dua daerah tersebut, lanjut Windhu, lebih tegas memberikan sanksi berupa denda. Ia pun menyayangkan tidak ada ketegasan dalam Perwali Surabaya yang ditandatangani Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Padahal Ibu Kota Jawa Timur ini penyumbang kasus positif Covid-19 terbanyak di Surabaya Raya. "Sebaliknya di Perwali Surabaya tidak ada saknsinya. Dengan penyitaan KTP sebetulnya tidak boleh. KTP itu identitas. Kalau surat izin mengemudi boleh disita. Sementara jika tidak membawa KTP apa yang harus sita?,"imbuhnya. Ketidaktegasan sanksi dalam perwali itu dikatakan bisa mengakibatkan ketidakpatuhan masyarakat Surabaya sekaligus disebut tak bisa menimbulkan efek jera bagi pelanggar. "Yang penting adalah pengendalian kepatuhan. Tidak bisa dilepas begitu saja. Dan hanya memberikan imbuan untuk taat aturan," tegasnya. Perlu diketahui, hari ini adalah akhir dari masa transisi untuk menuju new normal. Mengenai hal itu, Windhu meminta agar masa transisi diperpanjang. Sebab, kondisi epidemiologi saat ini belum memungkinkan untuk masuk new normal. "Jadi seharusnya transisi dulu," sebutnya. Selain itu, Windhu juga menyoroti pembukaan beberapa hiburan malam, dan sejenisnya yang belum saatnya beroprasi di masa pandemi ini. "New normal belum tapi sudah dibuka. Transisi ini persiapan. Artinya persiapan infrastuktur, persiapan regulasi. New normal itu pun kalau sudah memenuhi syarat. Surabaya Raya sampai sekarang belum memenuhi syarat, khasus Covid-19 masih naik, penularan terus terjadi, kematian masih tinggi. Harusnya sabar," pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya sekaligus Kepala BPB dan Linmas Surabaya, Irvan Widyanto, mengungkapkan alasan tak mengatur sanksi dalam Perwali nomor 28/2020. Hakikatnya, menurut Irvan, perwali yang diteken oleh Wali Kota Risma itu adalah memberikan kepercayaan kepada masyarakat agar tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. (alf/tyo)

Sumber: