Berniat ke Bali, Puluhan Warga Jember Jalani Rapid Test
Jember, memorandum.co.id - Puluhan Warga Jember yang hendak balik mudik ke Pulau Bali, datangi RSD dr Subandi, melakukan rapid test sebagai persyaratan perjalanan masuk Pulau Dewata, Selasa (2/6). Tak mudah bagi para pemudik yang akan balik ke perantauan khususnya ke Bali. Mereka harus membawa persyaratan sehat berupa surat kesehatan dari puskesmas dan hasil rapid test. Tidak jarang mereka harus balik kanan lantaran tak dapat menunjukkan dua surat tersebut. Hendrik (34), warga Warga Dusun Tegal Kalong, Desa Kemuningsari Kidul, Kecamatan Jenggawah, Jember mengaku baru tahu jika untuk menyeberang ke Pulau Dewata dirinya membutuhkan surat keterangan mengikuti rapid test. "Saya pulang kampung pada bulan Maret belum ada pandemi Covid-19 dan sekarang waktunya kembali untuk bekerja di bengkel las, mendapatkan informasi kalau masuk ke Bali harus membawa surat keterangan kesehatan sehat (hasil rapid test), sebagai syarat masuk," jelas Hendrik Lanjut Hendrik, yang sudah 20 tahun bekerja di bengkel las di Bali mengatakan, Sudah kali kedua mendatangi RSD dr Subandi tidak kebagian karena dibatasi. Dirinya memohon untuk stok dan ketersediaan rapid test tercukupi, "Karena keberangkatan kami dan kedatangan kami sangat dibutuhkan karena pekerjaan sudah menumpuk," ujar dia. Hal yang sama juga dikeluhkan, Lutfiana Nurcahyani (29), dia mengaku harus membayar sebesar Rp 475 ribu demi bisa melakukan rapid test dan mendapat surat keterangan sebagai syarat menyeberang. "Berat sebenarnya, lebih mahal suratnya dari pada tiketnya. Tapi bagaimana lagi, saya dipanggil kerja. Daripada menganggur tidak bisa ke Bali," ungkap Lutfiana asal Jenggawah itu. Sementara Direktur Rumah Sakit Daerah dr Subandi dr Hendro Soelistijono melalui dr Triwiranto bidang pelayanan medis pada memorandum.co.id menerangkan, rapid test sendiri bukan sebagai penegakan diagnosis Covid-19 atau bukan tetapi sebagai salah satu bagian dari screening Covid-19. "Sebab untuk menentukan langkah dan tahapan menentukan Covid-19 itu, apabila dari hasil rapid test reaktif maka masih ada tahapan lagi bahkan kalau pun nonreaktif tidak menjamin bahwa itu bebas Covid-19," terang dr Triwiranto. Menurut dr Triwiranto, Sebagai rumah sakit daerah tidak boleh mempromosikan untuk pelaksanaan rapid test, dan rapid test tidak boleh digunakan sebagai sarana penegakan diagnosa Covid-19 tes secara berlebihan. "Kami sebagai rumah sakit hanya melayani kebutuhan dan melakukan permintaan untuk periksa mandiri rapid test sebagai persyaratan melakukan perjalanan, dan surat tersebut bukan merupakan bebas Covid-19. Namun hasil dari itu hanya nonreaktif dan reaktif saja," papar dia. Sementara untuk persediaan dan stok rapid test menjadi barang langka itupun dalam kondisi sekarang harga mahal. "Kami menggunakan barang yang telah direkomendasikan oleh BPOM dan yang telah mendapatkan rekomendasi dari Kemenkes RI sehingga kami membeli yang rekomendit," pungkas dia. (edy/tyo)
Sumber: