Mesin Sering Ngadat, Peluru Terbukti Masih Tokcer

Mesin Sering Ngadat, Peluru Terbukti Masih Tokcer

Yuli Setyo Budi, Surabaya Oleh dokternya, Deni disarankan konsultasi ke On Clinic. Sambil menjalani terapi, saat ini Deni harus disuntik terlebih dulu bila hendak memberikan nafkah batin. Baik di rumah kepada istri sahnya maupun di aparteman kepada istri sirinya. Deni membuka tasnya dan mengeluarkan map. “Ini data-data terbaruku. Buatkan tulisan semacam profil seperti dulu,” katanya. “Ini era digital, Cak. Gak usah kertas-kertasan. Flash disk-nya aja. Gak koyok zaman biyen,” semprot Memorandum. Deni tersenyum, lantas merogoh tasnya kembali mengambil flash disk. Tiba-tiba HP Deni berdering. Sepertinya ada telepon masuk. Deni mengeluarkan HP itu dari saku celana dan sejenak melihat layarnya. “Ya, ada apa Sayang?” tanyanya. Deni lantas berdiri dan berjalan menjauh.Keluar dari gedung. Cukup lama. Lebih dari setengah jam. “Dari Rindu. Rindu hamil. Padahal aku sudah berpesan kepadanya jangan sampai hamil,” katanya setelah menaruh pantatnya di kursi. “Kan nggak ada masalah? Katanya dia minta Rp 2,5 miliar. Setelah itu terserah kamu: mau terus bersama dia atau meninggalkan dia. Ya tinggalkan saja,” saran Memorandum menggoda Deni. “Jangan gitulah. Kamu sadis Jos (panggilan Memorandum, red),” kata Deni sambil meninju pelan dada Memorandum. Menurut Deni, setelah menyadari dirinya hamil, Rindu mengubah permintaannya. Tidak lagi Rp 2,5 miliar kontan, melainkan minta dinikahi secara resmi. Ancamannya juga berubah: bila ditolak, Rindu akan nekat minta izin istri sah Deni untuk menjadi madu dan mengundang wartawan untuk membuka statusnya sebagai istri siri anggota dewan. HP Deni kembali berdering. Dia angkat, kemudian katanya pelan, “Yang, kita bicarakan nanti. Sebentar lagi aku pulang.” Tapi, rupanya Rindu tidak mau Deni secepat itu memutus pembicaraan. Deni terus menempelkan HP-nya di telinga kiri sambil ho’oh-ho’oh lebih dari satu jam. Memorandum sampai bosan menunggu pembicaraan diputus. “Besok aku hubungi,” kata Deni sambil mengulurkan tangan, mengajak salaman untuk pamit. Dan benar, keesokan harinya Deni menghubungi Memorandum. Kali ini nada bicaranya tidak lagi lesu. Yang terdengar justru nada-nada ceria. Katanya Rindu sudah bisa dijinakkan! Maksud Deni ternyata demikian: Rindu tetap minta dinikahi secara resmi, sah menurut agama dan negara, walau tanpa sepengetahuan istri sah Deni. Caranya terserah Deni, wong Deni bukan orang sembarangan. Wakil rakyat yang terhormat. Intinya Rindu ingin kelahiran anaknya diakui negara! Punya akta kelahiran yang sah. Masa depannya jelas. Deni juga menjelaskan bahwa Rindu yang selama ini dikira ikut KB ternyata tidak pernah menjalani apa yang disarankan Deni: suntik KB. Karena itulah, walau agak terlambat, akhirnya jadi juga bibit Deni membuahi indung telur Rindu. Rindu memang sangat ingin menggendong momongan. “Rindu hamil, Jos,” kata Deni di telepon. “Walau mesin reproduksimu suka ngadat?” tanya Memorandum. (habis)  

Sumber: