Girl Rules: Bahagia Nggak Perlu Merebut Milik Orang Lain

Girl Rules: Bahagia Nggak Perlu Merebut Milik Orang Lain

CEO & Founder TOP Legal Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M. --

Oleh: Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M.  

CEO & Founder TOP Legal

Cinta sering kali jadi alasan klasik untuk membenarkan tindakan yang salah. Bahagia itu nggak perlu merebut apa yang bukan milik kita.

Kalau kebahagiaan Anda datang dari menghancurkan hidup orang lain dengan merenggut suami dari istrinya, atau memisahkan ayah dari anak-anaknya, apakah itu benar-benar bahagia? Bahagia sejati tidak pernah lahir dari air mata dan luka hati orang lain.

Tapi, kalau seorang perempuan tahu pria yang ia dekati sudah punya istri, bahkan anak-anak, kok masih nekat meminta dinikahin? Lebih dari itu, berani pula menyuruh pria tersebut menceraikan keluarganya demi dirinya.

Ini benar-benar cinta, atau cuma ego yang menguasai, tanpa peduli hati yang hancur di baliknya?

BACA JUGA:Sinergi TOP Group dan Yayasan BUMN untuk Mendorong Inovasi Sosial Terbaik Indonesia

BACA JUGA:Nikah Sama WNA Berujung Derita? Begini Cara Hukum Indonesia Lindungi Korban KDRT dalam Perkawinan Campuran!

BACA JUGA:Si Dia Cuma Datang Pas Butuh? Kok Tega Banget! Yuk, Kenali Hak dan Perlindungan Kamu di Mata Hukum

Fenomena seperti ini sering kita dengar, dan sering pula menimbulkan perdebatan. Perempuan yang masih lajang tetapi dengan sadar merebut pria beristri jelas bukan korban keadaan. Dia tahu apa yang dia lakukan, dia tahu apa yang dia minta, dan dia tahu siapa yang akan dia sakiti.

Yang lebih tragis lagi, pria yang tunduk pada keinginannya tak hanya menghancurkan keluarganya sendiri, tetapi juga membuka jalan untuk drama yang penuh luka bagi semua pihak.

Lantas, apakah cinta bisa jadi pembenaran? Apa dampak dari hubungan seperti ini, baik secara moral, hukum, maupun sosial? Dan apa yang bisa kita pelajari dari mereka yang terjebak dalam siklus pengkhianatan seperti ini? Mari kita bahas, karena cerita seperti ini bukan hanya menyakitkan, tetapi juga menjadi pengingat untuk lebih menghargai komitmen dan keluarga, karena cinta bukan sekadar urusan hati, tetapi juga soal moral, sosial, bahkan hukum.

Ketika Cinta Dipakai untuk Membenarkan yang Salah

"Cinta itu buta," begitu kata banyak orang. Tapi benarkah cinta bisa dijadikan alasan untuk menutupi kebohongan dan pengkhianatan? Perempuan yang tahu seorang pria sudah memiliki pasangan, tetapi tetap memaksa dinikahi, sering kali mengabaikan satu fakta penting: hubungan ini tidak dimulai dengan cara yang benar.

Sumber: