Sidang Kelima Gelar SE Kades Supadi Hadirkan Saksi Dispendukcapil

Sidang Kelima Gelar SE Kades Supadi Hadirkan Saksi Dispendukcapil

Kediri, memorandum.co.id - Sidang lanjutan terkait penggunaan gelar SE milik Supadi, Kepala Desa/Kecamatan Tarokan sudah kelima kalinya dihelat di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri. Dalam sidang yang kelima ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri menghadirkan 4 saksi. Tiga dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil) Kabupaten Kediri, yakni Dyah Rullyani Purnawirastari sebagai Kasubag Kearsipan, Tejo Wisnu Untoro (37) pengelola Sistim Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), dan Triyas Kristiwan (32), selaku operator sistem. Sedangkan satu saksi merupakan pensiunan Kepala BPMPD Kabupaten Kediri, H Satirin. Dalam sidang lanjutan yang digelar Kamis (16/4/2020) siang, Jaksa Penuntut Umum, Toni, menanyakan pada para saksi terkait mekanisme proses pengurusan perubahan Kartu Keluarga (KK) dan siapa yang menyuruh untuk mengubah KK terdakwa Supadi. Menjawab pertanyaan JPU, di hadapan majelis hakim saksi Dyah mengaku kalau dirinya disuruh Satirin atas permintaan terdakwa Supadi untuk mengubah KK, yaitu menghapus gelar SE. "Saya diminta oleh Pak Satirin untuk mengubah KK Supadi. Yakni menghapus gelar SE," terang dia. Sementara menurut Triyas Kristiawan selaku Operator Sistem Dispendukcapil Kabupaten Kediri, dirinya menerima permohonan perubahan KK menghilangkan gelar SE. "Pada tanggal 12/11/2019, saya diminta Tejo untuk mengubah KK menghilangkan gelar SE atas permintaan pemohon," terangnya. Sedangkan Satirin dalam kesaksiannya mengaku, dirinya diminta oleh Supadi mengajukan perubahan KK karena tidak sesuai dengan KTP. "Saya dimintai tolong Supadi untuk mengubah KK-nya, karena tidak sesuai dengan KTP. Namun saya tidak diberi surat kuasa oleh Supadi," terang Satirin. Pertanyaan lebih detail diajukan Prayugo, kuasa hukum dari terdakwa Supadi kepada pada para saksi. Terutama kepada saksi Dyah Rullyani dan Trias, karena terkait kearsipan dan operator sistem kependudukan. Ditanya Prayogo terkait proses pengurusan perubahan gelar secara normatif, pemohon harus melampirkan ijazah dan surat kuasa dari pemohon jika diwakilkan. Menurut saksi Dyah Rullyani, proses pengurusan perubahan KK terutama pada pendidikan atau gelar harus melampirkan ijazah. Dan pemohon harus datang sendiri. Jika dikuasakan pada orang lain, maka harus ada surat kuasa. "Pengajuan permohonan perubahan KK Supadi diwakilkan pada Satirin. Tapi tidak melampirkan ijazah dan surat kuasa dari pemohon (Supadi)," terang Dyah. Mengapa tidak ditolak? Tanya Prayogo. Dyah mengaku kalau berkas itu sudah ada di mejanya. "Berkas permohonan Supadi sudah ada di meja, yang bawa Satirin," kilahnya agak gugup. Selain itu Dyah juga menerangkan, kalau sampai saat ini arsip milik Supadi juga belum ditemukan. Padahal sudah lima kali mengajukan perubahan KK. "Sampai saat ini arsip belum ditemukan," jelasnya. Sementara Trias Kristiawan, dalam kesaksiannya mengaku tidak tahu kalau Supadi pernah mengajukan perubahan KK sebanyak 5 kali. "Saya tidak tahu kalau Supadi pernah mengajukan perubahan KK 5 kali," ujar Trias. Apakah dalam memasukkan data kependudukan bisa dimungkinkan terjadi human error ? Tanya Prayogo lagi. Dan Trias menjawab, human error bisa terjadi. "Tidak menuntut kemungkinan human error bisa terjadi, tergantung pada yang meng-entry data," akunya. Sementara Tejo Wisnu Untoro selaku pengelola SIAK mengatakan, dalam pengajuan perubahan KK pada kolom pendidikan, pemohon (Supadi) tidak pernah melampirkan ijazah. "Yang saya ketahui, permohonan perubahan KK milik Supadi tidak pernah melampirkan ijazah," terang Tejo. Namun demikian, keterangan dari saksi Dyah Rullyani dibantah langsung oleh terdakwa Supadi, dengan mengatakan pernah melampirkan ijazah. "Pada tanggal 28/8/2019, saya mengajukan ke PN sebagai persyaratan calon kepala desa. Dan di situ saya melampirkan ijazah," terang Supadi dengan tegas. Namun keterangan Supadi tersebut dibantah oleh Dyah. Melalui teleconference, Supadi mengungkapkan kekesalannya pada para saksi dari Dispendukcapil. "Kesalahan dan kelalaian Dispendukcapil dilimpahkan pada saya semua," gerutu Supadi. Usai persidangan, Prayogo menyimpulkan di dispendukcapil dalam entry data kependudukan bisa terjadi human error. Di samping itu juga, dari semua keterangan saksi yang diajukan oleh JPU, menurut Prayogo tidak sesuai alat bukti yang diajukan. "Di sini terbukti pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kediri, dalam entry data bisa terjadi human error. Faktanya, ada pengajuan perubahan KK sampai 5 kali. Di samping itu juga saksi yang diajukan oleh JPU tidak sesuai dengan alat bukti yang diajukan," terang Prayogo usai persidangan. Sekadar diketahui, pelaksanaan sidang di PN Kabupaten Kediri di masa pandemik Covid-19 menggunakan sistem telecomference dengan terdakwa. Di samping itu juga ada pembatasan pengunjung. Sidang digelar mulai pukul 14.30 sampai 16.30 dan dilanjutan pekan depan. (mis/mad)

Sumber: