Kisah Sukses Mutho`illah: Santri Pengusaha Lele, Pernah Ditolak Presentasi karena Pakai Sarung dan Peci
Mutho'illah (kanan) dalam suatu pameran produk olahan Lele yang sempat dipuji istri Wakil Gubernur Jatim Arumi Bachsin-Biro Pasuruan-
PASURUAN, MEMORANDUM - Santri bisa mengaji, pakai sarung dan peci, itu hal biasa. Namun Santri yang menjadi pengusaha sukses tentu tidak banyak jumlahnya. Dari yang sedikit itu, ada nama Mutho`illah. Pengusaha Santri yang bergerak di bidang perikanan Lele di Desa Desa Manikrejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan.
Bagi Mutho`, dikatakan pengusaha santri memang wajar. Jika Anda mau melihat dari dekat, usaha budidaya Lele di kawasan rumahnya tersedia bangunan pesantren. Ada ratusan santri yang mengeyam pendidikan agama di pesantren milik keluarga itu. Di kalangan pesantren tersebut, Mutho` kerap dipanggil dengan sebutan Gus.
Namun, pria berusia 37 ini sepertinya enggan disebut dirinya Gus. Ia lebih familiar dengan disebut namanya saja. Hanya saja, agar tetap memegang karakteristik dirinya sebagai santri, ia kerap mengenakan atribut kesantriannya. Pakai sarung, berkaos dan berpeci. Bahkan, saat mengolah Lele, menimbang dan mengantarkan Lele ke pelanggan pun, Mutho` tidak sungkan. Ia tetap memakai sarung dan peci.
Mutho` memulai budidaya Lele ini sejak 2015. Tepatnya pada 27 Mei 2015. Awalnya, ia hanya berniat menolong temannya yang saat itu terjun ke budidaya Lele. Temannya saat itu membeli bibit lele. Namun kebanyakan. Sehingga, biar tidak terlalu rugi, Mutho`-panggilannya membantu mengurangi beban temannya tersebut.
BACA JUGA:Dari Sawah ke E-Commerce: Kisah Sukses Petani Sayur di Gresik Berkat KKN BBK Unair
“Sebagian saya beli bibitnya dan saya coba-coba ternak sendiri. Eh, malah keterusan hingga sekarang,” ujarnya bercerita awal mula membangun bisnis Lele itu di rumahnya, Rabu 29 Mei 2024.
Perjalanan bisnisnya saat itu dimulai dengan modal awal sebesar Rp 650 ribu. Ia pun membeli bibit Lele dari temannya itu sebanyak 500 ekor. Bibit Lele itupun dibudidayakan dengan membangun kolam kecil di belakang rumahnya.
Keuletan menggeluti dunia perikanan, lama-lama menjadi hobi. Dari yang semula membangun kolam kecil, kemudian bertambah lagi membangun kolam pakai terpal. Lalu, berganti tahun, Lele semakin berkembang. Sehingga harus membangun kolam cor dengan ukuran 2x3 meter dan satu kolam ukuran cukup besar 3x5 meter. Hingga akhirnya, kini Mutho` sudah memiliki 9 kolam dengan diameter 3 meter.
“Alhamdulillah. 9 tahun perjalanan bisnis Pathile Pasuruan itu tidak mudah. Banyak suka dukanya,” selorohnya.
BACA JUGA:Studio Ghibli : Mengungkap Kisah Sukses di Balik Film-film Anime Terkenal
Ia masih ingat betul bagaimana membangun bisnis Lele nya ini dari awal. Mutho` sempat bercerita kalau dirinya pernah terjebur ke Tambak bersama Tosa yang memuat Lele miliknya. Ia juga pernah salah perhitungan ketika modal usahanya dilarikan untuk kredit mobil dan saat itu sedang krisis, akibat Covid 19. “Saya sempat putus asa waktu itu. Modal habis. Cicilan belum lunas. Sementara bisnis belum berputar maksimal. Pusing sekali,” cetusnya.
Di sela-sela bisnisnya, Mutho` sendiri tercatat pernah menjadi sebagai tenaga marketing di salah satu koran lokal ternama di Pasuruan. Ia juga beberapa tahun pernah ditugaskan menjadi Marketing di Jakarta. Pekerjaannya antara menjadi marketing dengan entrepreneur (wirausaha) bidang Lele, tentu menjadi tantangan tersendiri.
Namun karena ingin menggeluti dunia perikanan, akhirnya Mutho` memutuskan untuk konsen mengembangkan usaha Lele nya. Ia mulai memasarkan Lele nya dari pasar ke pasar. Lalu, merambah ke pondok pesantren, hingga mendapat pesananan dari perorangan, instansi hingga pabrik. Semula pemasaran masih berkutat di Pasuruan. Namun lambat laun merambah ke wilayah Malang, Batu, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Probolinggo hingga Madura dan beberapa kota lainnya.
Fokus untuk mengembangkan usaha Lele ini menjadikan namanya mulai dikenal. Bahkan, beberapa kali, ia juga mendapat undangan dari Dinas Perikanan Pasuruan hingga Provinsi Jawa Timur. Mutho` ditawari untuk menebar ilmu Lele kepada para petani di beberapa wilayah luar Kota. Mulai Sidoarjo, Gresik hingga Banyuwangi.
Sumber: