Kasus Siswi SMK Dihamili Guru, Senator Jatim Dorong Penegakan Hukum Sampai Tuntas
Lia Istifhama--
SURABAYA, MEMORANDUM - Anggota DPD RI terpilih periode 2024-2029, Dr Lia Istifhama, mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya kasus perempuan dihamili secara tidak bertanggung jawab. Bahkan tak sedikit korbannya di bawah umur.
Misalnya, kasus siswi SMK negeri di Mojokerto yang dihamili oleh guru ekstrakulikulernya. Menurut Lia, kejahatan kemanusiaan yang menimpa anak di bawah umur tersebut menjadi pengingat bahwa kasus serupa sangat banyak terjadi di tengah masyarakat.
“Ini tentu keprihatinan dan harus menjadi atensi kita bersama. Bagaimana keamanan situasi dan perlindungan yang seharusnya dimiliki anak-anak juga menjadi tanggung jawab kita semua yang sudah dewasa,” jelasnya, Sabtu, 18 Mei 2024.
BACA JUGA:Polemik Jam Operasional Warung Madura, Senator Lia Istifhama: Harus Beri Kesempatan Sama
Lia mengatakan, masyarakat pun harus tegas untuk menempatkan mana korban dan pelaku. Masyarakat tidak boleh menyudutkan perempuan yang mana selalu menjadi korban dalam kasus pemerkosaan.
Sebaliknya, masyarakat harus memposisikan laki-laki yang menghamili atau melakukan tindakan asusila tersebut sebagai pelaku.
Pihaknya lantas mengajak masyarakat untuk berhenti menyebut istilah suka sama suka atau menyalahkan perempuan karena kurang bisa menjaga diri dan sebagainya.
“Dengan menempatkan perempuan, apalagi di bawah umur sebagai korban, maka setidaknya mereka mendapatkan support atau dukungan penguatan mental di tengah trauma dan segala problem psikis yang mereka alami,” katanya.
“Hamil tanpa hubungan pernikahan, tentu beban yang sangat besar bagi seorang calon ibu. Mereka bukan hanya tertekan memikirkan masa depan dirinya sendiri, tapi juga anak yang kelak dilahirkannya. Belum lagi beban eksternal yang mana mereka memikirkan stigma masyarakat terhadapnya dan keluarganya,” sambung Lia.
Ning Lia, sapaan akrab advokat yang pernah menulis buku tentang resiliensi korban pelecehan seksual tersebut, kemudian menyinggung penegakan UU Perlindungan Anak.
“Atas dasar suka sama suka tidak dapat dijadikan alasan bagi pelaku untuk menghindar dari jeratan hukum. Pelaku yang melakukan persetubuhan atau percabulan terhadap anak, tetap akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya,” tegas dia.
Lia bahkan menyinggung hukuman kebiri. Menurut dia, hukuman kebiri bukan lagi wacana. Akan tetapi sudah menjadi kebutuhan untuk kelangsungan moral bangsa.
Penegakan hukum yang tuntas, dinilainya sangat wajib. Namun upaya preventif kejahatan serupa juga wajib ditegakkan dan diberlakukan. Salah satunya adalah hukuman kebiri.
Sumber: