umrah expo

Kasus Penebangan Kopi di Petak 26 Sempolan Jember Berbuntut Panjang, KBKPH Angkat Bicara

Kasus Penebangan Kopi di Petak 26 Sempolan Jember Berbuntut Panjang, KBKPH Angkat Bicara

Petani Petak 26, Dusun Sepuran, Desa Sumberjati, Kecamatan Silo, Jember, memasang banner tuntutan perusakan pohon kopi.--

JEMBER, MEMORANDUM.CO.IDKasus penebangan kebun kopi di Petak 26, Dusun Sepuran, Desa Sumberjati, Kecamatan Silo, Jember, berbuntut panjang. Seorang petani kopi, Ahmad Sayidul Panji, melalui kuasa hukumnya, berencana menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialaminya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) Sempolan, Budi Samsudin, angkat bicara dan memberikan klarifikasi.


Mini Kidi--

Ahmad Sayidul Panji, anggota LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Wana Mandiri, mengaku lahannya seluas 2,75 hektare ditebang habis pada Januari 2025. Padahal, masa garap lahan itu baru berakhir Juni 2025.

Menurut kuasa hukumnya, Ihya Ulumiddin, penebangan dilakukan oleh oknum pengurus LMDH dan oknum Perhutani, yang dinilai melanggar kesepakatan.

BACA JUGA:Polres Jember Tebar Kebaikan di Momen Kemerdekaan Ke-80 RI

“Panji masih memiliki hak garap sesuai Surat Verifikasi Lahan Garap dan Surat Kesepakatan Kerja Sama Usaha Pengelolaan Lahan Hutan nomor 0015/LMDH/DSSBR.JT/VI/2023, yang berlaku hingga Juni 2025. Maka, ia akan mencari keadilan,” ujar Ihya, Selasa 19 Agustus 2025.

Panji menuntut pertanggungjawaban Perhutani dan LMDH Wana Mandiri. Ia mengaku mengalami kerugian materiil sebesar Rp250 juta dari hasil panen yang hilang, serta kerugian immateriil sebesar Rp5 miliar agar kasus serupa tidak terulang.

BACA JUGA:Tim Patroli Alap-Alap Polres Jember Gagalkan Pengiriman Ribuan Botol Miras

“Kami sebagai penerima kuasa akan melaporkan kasus perusakan pohon kopi ini agar ada efek jera, sehingga tidak ada lagi masyarakat kecil diinjak hak, kehormatan, dan harga dirinya,” tegas Ihya.

Ketua LSM FKPMN Jember, Imam Sucahyoko, yang mendampingi Panji, menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya persuasif. Namun, karena tidak ada respons positif, mereka memilih menempuh jalur hukum.

Klarifikasi KBKPH Sempolan

Menanggapi laporan tersebut, KBKPH Sempolan Budi Samsudin membenarkan penebangan dilakukan atas perintahnya. Ia menjelaskan bahwa kegiatan penebangan di Petak 26 merupakan program rutin yang telah direncanakan sejak dua tahun lalu.

“Saya bertanggung jawab penuh di lapangan. Penebangan kayu pinus di Petak 26 memang saya yang memerintahkan, karena sudah ada surat perintah sejak Januari,” kata Budi saat ditemui wartawan Memorandum.co.id.

Ia menambahkan, masyarakat memang diperbolehkan menanam kopi di bawah tegakan pinus, asalkan tidak mengganggu tanaman pokok maupun kegiatan penebangan. Namun, kerusakan kopi akibat tertimpa pohon atau jalur truk angkutan, menurutnya, tidak bisa dihindari.

BACA JUGA:Meriahkan HUT ke-80 RI, Lapas Jember Gelar Lomba Tradisional Penuh Semangat dan Tawa

“Kalau kami menebang pinus lalu mengenai kopi, itu benar. Tanaman kopi pasti ada yang tertimpa. Kerusakan hanya sebagian, sekitar 15–20 persen yang digunakan sebagai jalur angkutan truk,” ujarnya.

Budi juga menyoroti MoU antara petani dan LMDH, yang menurutnya tidak ditandatangani pihak Perhutani. Padahal, seharusnya hal itu diatur dalam peraturan Perhutani.

BACA JUGA:Danbrigif 9/DY/2 Kostrad Pupuk Silaturahmi, Gelar Pengajian dan Berbagi Santunan untuk Anak Yatim Piatu

“Waktu tebangan, petani harusnya memaklumi karena itu kegiatan rutin Perhutani. Kami tidak ada niat merusak, tapi kerusakan memang tidak bisa dihindari. Kalau petani hendak menuntut kerugian, hitungannya dari mana? Lahan itu milik siapa? Tidak ada sewa-menyewa. Itu sudah disampaikan saat sosialisasi dan tercantum dalam MoU dengan LMDH,” tegasnya.

 

Budi menyimpulkan, kerugian yang dialami petani merupakan konsekuensi dari kegiatan rutin penebangan. Ia menekankan bahwa perjanjian sudah mengatur risiko tersebut, sehingga petani seharusnya memahami kondisi yang ada

Sumber:

Berita Terkait