Abaikan Fakta Persidangan dan Bukti Sangat Lemah, Pratu RA Divonis Pecat dari TNI
Pratu RA saat menjalan sidang--
Begitu juga barang bukti tulisan dalam secarik kertas, yang sudah dibantah oleh Ahli Grafologi, dengan menyatakan bahwa tulisan itu tidak identik sama sekali dengan tulisan tangan Dewi Wulandari juga diabaikan oleh majelis hakim. Sehingga, sidang di Pengadilan Militer III-12 Surabaya yang berlangsung beberapa pekan ini menunjukan seolah-olah terdakwa tidak punya hak sama sekali untuk melakukan pembelaan.
"Harusnya bukti surat dari Ahli Grafologi yang menyatakan jika tulisan tangan tidak identik itu diuji di persidangan. Dan Ahli Grafologi seharusnya dihadirkan di persidangan agar dapat menjadi fakta dalam persidangan," ungkap Fery.
Sehingga dengan adanya putusan yang dinilai tak memenuhi rasa keadilan itu, Fery sebagai kuasa hukum terdakwa seketika menyatakan banding. Terlebih lagi, lanjut Fery, barang bukti yang diajukan oleh Oditur Militer sangat lemah. Barang bukti yang dihadirkan di persidangan tidak ada yang dapat membuktikan adanya peristiwa dugaan perzinahan, sebagaimana Pasal 284 KUHP, seperti yang didakwakan pada Pratu RA.
"Sangatlah ironis sekali ketika hakim berkeyakinan dengan adanya bukti petunjuk, padahal yang seharusnya bukti petunjuk tersebut harusnya berkaitan dengan bukti bukti yang lain dalam fakta persidangan. Dan bukti yang diajukan Oditur tidak ada yang mengarah adanya dugaan tindak pidana perzinahan," terang Fery.
Kekecewaan atas putusan majelis hakim ini juga dilontarkan Kuasa Hukum Dewi Wulandari, Yasin Nur Alamsyah SH., MH. Menurutnya, putusan tersebut sangat berdampak serius terhadap klien-nya. Bahkan, Yasin menduga adanya rekayasa dan upaya kriminalisasi terhadap klien-nya.
“Perlu saya tegaskan, klien kami Dewi Wulandari sejak awal hanyalah saksi, bukan terdakwa. Namun karena perkara yang didalilkan adalah perzinahan, tentu stigma dan konsekuensinya tidak mungkin berhenti pada terdakwa saja. Tuduhan itu secara otomatis menyeret nama baik klien kami. Inilah yang menjadi perhatian serius kami, jangan sampai ada kriminalisasi saksi dengan tuduhan yang dibangun dari asumsi dan rekayasa,” tegas Yasin saat press conference, Rabu (17/9/2025).
Yasin menyatakan, seharusnya Majelis Hakim tidak bertumpu pada BAP yang sudah dicabut. Dan harus melihat fakta-fakta di persidangan, termasuk adanya barang bukti tulisan tangan dalam secarik kertas yang diduga palsu.
“Kami sudah sampaikan di persidangan bahwa tuduhan tersebut hanya bertumpu pada keterangan sepihak terdakwa dalam BAP yang sudah dicabut, serta potongan surat yang bahkan oleh Ahli Grafologi dinyatakan tidak identik dengan tulisan tangan Dewi Wulandari. Bukti surat ini jelas-jelas bermasalah, dan jika bukti yang dipalsukan seperti itu tetap dipakai sebagai dasar penghukuman, maka ini preseden buruk bagi dunia Peradilan Militer,” urai Yasin pada awak media.
Sumber:


