umrah expo

Mulutmu Harimaumu

Mulutmu Harimaumu

--

Tragedi tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang gugur akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob yang ditumpangi tujuh polisi berpangkat perwira menengah (pamen) hingga tamtama, menjadi pemicu baru. Kematian tragis ini mengubah fokus kemarahan massa.

Tidak hanya gedung DPRD di berbagai daerah di Indonesia, kini pos polisi, kantor polsek, dan semua fasilitas yang terkait dengan kepolisian menjadi sasaran amuk massa. 

BACA JUGA:Darurat Virus

Misalnya di Surabaya, tercatat ada pos atau kantor polisi yang dirusak, dijarah, dan dibakar massa. Seperti Pos Siola (dibakar), Pos BG Junction (dibakar), Pos Karapan Sapi (dibakar), Pos Stasiun Gubeng (dibakar), Pos Taman Bungkul (dibakar), Pos Wonokromo (dibakar), Pos Jagir (dibakar), Pos Margorejo (dibakar), Pos Taman Pelangi (dibakar), Pos Simpang Empat Arif Rahman Hakim (dirusak), Pos Terminal Bratang (dirusak), Pos Kertajaya (dibakar), Pos Panjang Jiwo (dibakar), Pos Arjuno (dibakar), Pos Bubutan depan Gedung DPRD Jatim (dirusak), Pos Pasar Kembang bawah fly over (dirusak), Polsek Tegalsari (dibakar), dan Polrestabes Surabaya (dirusak).

BACA JUGA:Menanti Terobosan Kepala BNN Baru

Total kerugian materiil ditaksir mencapai lebih dari Rp 124 miliar. Nilai itu berasal dari kerusakan dan pembakaran sejumlah pos polisi, kantor polsek, hingga markas besar Polri di enam kabupaten/kota di Jatim.

Kekacauan ini direspons cepat oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang mengeluarkan perintah tegas dan terukur. Ia mengizinkan penggunaan peluru karet bagi para perusuh yang mencoba masuk ke markas polisi, asrama, atau bahkan mengancam keselamatan keluarga personel.

BACA JUGA:Naik Lagi?

Perintah pimpinan tertingi Polri ini menimbulkan kekhawatiran. Sementara aparat berupaya menjaga ketertiban, ada kekhawatiran bahwa perjuangan suci rakyat akan dibayar dengan nyawa. 

BACA JUGA:Tarian Pacu Jalur Melaju Istana

Pesan untuk aparat pun mengalir: "Ingat Pak polisi, mereka itu anak-anak kita yang juga seperti keluarga di rumah. Jangan sampai perjuangan mulia mereka dibayar dengan nyawa".

Pesan ini mengingatkan aparat bahwa di balik setiap tindakan, ada wajah-wajah rakyat yang berjuang. Mengingatkan bahwa kemarahan ini bukan tanpa sebab. Kemarahan ini lahir dari akumulasi kekecewaan terhadap mereka yang seharusnya menjadi pelayan, bukan penguasa. 

BACA JUGA:DNA Tak Cocok, Kebenaran Tak Bisa Dipaksakan Opini

Ini adalah pengingat bagi kita semua, bahwa di setiap kata yang terucap ada tanggung jawab, dan di setiap tindakan ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.

Sumber: