HPN 2024, Ketua KONI Jatim Terima Penghargaan Sport Achievement Award

Senin 29-04-2024,08:17 WIB
Reporter : Farid Al Jufri
Editor : Muhammad Ridho

BACA JUGA:Jalan Santai HPN PWI Jawa Timur di Jember Berlangsung Meriah

Setidaknya, menurut Nabil ada empat kriteria bagi setiap atlet untuk penuhi standar sebuah nomor di cabor yang diikuti.

“Pertama tes fisik. Itu jadi alat ukur pertama. Karena di setiap cabor kan beda-beda nomor. Sehingga spesifikasinya juga berbeda,” bebernya.

Kriteria kedua, konsumsi gizi. Nabil menegaskan, kebutuhan itu harus dapat perhatian khusus. Sebab, tidak mungkin atlet berprestasi jika kemampuan yang dikeluarkan tidak diimbangi dengan gizi yang masuk. Hal itu dapat dilakukan dengan pemberian suplemen atau multivitamin yang teratur dari tim gizi.

Selanjutnya psikologi. Di masa lalu, kebutuhan akan psikolog dalam lembaga keolahragaan masih dianggap sepele. Namun kini menjadi penting karena menjadi tempat untuk konsultasi dan monitoring kondisi psikologis atlet.

“Jangan sampai potensi skill dan kompetensi atlet runtuh, terhalang oleh masalah-masalah pribadi. Itu (psikologi) sesuatu bangunan yang harus ada di sport science. Dunia olahraga manapun membutuhkan konsultan psikolog. Karena itu, jangan sampai terjadi penurunan prestasi atlet tidak dicari penyebabnya,” katanya merujuk pada nasib bintang-bintang atlet yang menurun hanya gegara masalah pribadi.

BACA JUGA:Peringati HPN 2024, PWI Jatim Gelar Pameran Lukisan Tunggal Jansen Jasien

Terakhir, tes kesehatan. Di KONI Jatim, Nabil menyebut program itu rutin dilakukan 6 bulan sekali. Bukan hanya saat mau masuk Puslatda. 

“Saya mengistilahkan jangan menzalimi atlet. Artinya, ketika berprestasi dimanfaatkan terus. Namun ketika selesai, atletnya bermasalah karena kesehatannya tidak tertangani dengan baik dan benar. Apalagi kita tidak mengurusi (atlet yang sudah berhenti dari arena),” katanya.

Ia mengungkap kisah nyata atlet pencak silat Jatim yang di masa jayanya memberi banyak prestasi bagi Jatim dan Merah Putih. Namun setelah memasuki masa pensiun, atlet tersebut mengalami gagal ginjal dan jantung, penyakit akut yang kerap menghantui atlet di masa tua.

“Karena itu, jangan sampai ada stigma itu. Caranya, kesehatan harus tertangani dengan baik dan benar,” sebutnya.  Berangkat dari kisah sedih itu, Nabil menegaskan atlet harus diistimewakan. Mulai dari pemenuhan kebutuhan gizi, keperluan pribadi sampai masa istirahat, termasuk kebutuhan akademiknya. “Sehingga mereka fokus berlatih, berlatih, berlatih dan berprestasi,” tegasnya.

BACA JUGA:Peringati HPN 2024, Jurnalis Polres Malang Gelar Lomba Cerdas Cermat Wartawan Vs Polisi

Selama menggawangi KONI Jatim, Nabil memastikan penerapan sport science melalui 4 kriteria itu berjalan semua. Khususnya tes fisik yang tegak lurus dengan prestasi. Paling tidak sebagai pengukur kemampuan atlet.

Namun, ia memahami tugas itu butuh dukungan semua pihak. Bukan hanya pemerintah dan KONI saja.

“Ini seharusnya jadi kewajiban semua elemen masyarakat. Saya sangat mendukung jika ada pihak ketiga yang ingin berpartisipasi. Mekanismenya langsung ke cabor atau atlet saja. Khususnya dalam menjaga prestasi cabor dan atlet premium yang menjadi lumbung medali Jatim. Sebab, ini juga jadi komitmen kami di KONI Jatim dalam berprestasi. Yakni dari Jatim untuk Indonesia menuju Prestasi dunia,” pungkasnya. (*/rid)

Kategori :