MEMORANDUM - Dunia perfilman Indonesia saat ini sedang dikuasai oleh dua film horor yaitu Badarwuhi Di Desa Penari karya Kimo Stamboel dan juga Siksa Kubur karya Joko Anwar.
Hal ini lumrah terjadi di Indonesia di mana film horror berhasil menguasai pasar. Namun, apa alasan masyarakat Indonesia begitu antusias terhadap film bergenre horror? Berikut adalah 3 alasan yang masuk akal mengapa film horror begitu diminiati di Indonesia.
1. Dekat dengan masyarakat
Sejak kecil masyarakat Indonesia sudah diperkenalkan dengan hal-hal berbau mistis. Kuntilanak, pocong, wewe gombel, dan genderuwo merupakan makhluk yang tidak asing kita dengar bahkan ketika masih kanak-kanak. Oleh karena hal tersebut, masyarakat di Indonesia merasa 'relate' dengan kisah-kisah yang disuguhkan film bergenre horror buatan Indonsia.
BACA JUGA:Bojonegoro Hibah Rp 29,8 M, Barter Wilayah Lamongan 45 Hektare
2. Banyaknya produksi film horror di Indonesia
Film horror di Indonesia bahkan sejak zaman Suzanna sampai sekarang selalu ramai penonton. Hal tersebut menjadikan banyak kreator film melihat peluang pasar itu sebagai ladang penghasilannya.
BACA JUGA:Motor Listrik Volta Lebih Hemat: Sekali Nge-charge Rp 2.300 Bisa Dipakai 60 KM
3. Kualitas film yang bagus
Di balik kuantitas film horror di Indonesia, kualitas pun perlu diperhatikan. Karena banyak juga film horror di Indonesia yang sepi peminat karena kualitas film dan promosi yang kurang. Namun, perkembangan film horror di Indonesia memang perlu diapresiasi dari tahun ke tahun.
Ketika zaman Julia Perez dan Dewi Perssik, film horro di Indonesia lebih menjual di sisi erotisnya daripada cerita horrornya. Namun sekarang, kualitas film horror di Indonesia berkembang pesat entah dari segi cerita maupun visual. Contoh sutradara horror yang terkenal karena kualitasnya adalah Joko Anwar dan Kimo Stamboel.
Secara garis besarnya, mengapa film horror begitu banyak dan diminati masyarakat Indonesia adalah karena dekat dengan masyarakat. Indonesia yang masih sarat akan hal klenik dan hal tersebut membuat masyarakat merasa dekat dengan film horror. (Aril Pandu Utama/mg 9)