SURABAYA, MEMORANDUM - Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA mengajak serta para mahasiswa dari Fakulktas Hukum Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang sedang melaksanakan kegiatan magang di kantor Kejati Jatim untuk mengikuti kegiatan ekspos perkara pengajuan permohonan penghentian penuntutan dengan menerapkan keadilan restoratif, Selasa, 26 Maret 2024.
Dalam kegiatan tersebut, Kajati Jatim juga didampingi Aspidum, para Koordinator dan Kasi Orharda pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Kota Malang dan Kajari Blitar.
Ekpos dilakukan di hadapan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) melalui sarana virtual dengan mengajukan 15 perkara yang dimohonkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Rinciannya:
– 4 Perkara Pencurian (memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya (3 perkara) dan Kejari Sidoarjo (1 perkara);
– 2 Perkara Penggelapan (memenuhi ketentuan Pasal 372 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Kota Malang masing-masing 1 perkara;
BACA JUGA:Keadilan Restoratif dalam Bidang Medis, Ini Penjelasan Kajati Jatim
– 2 Perkara Penganiayaan (memenuhi ketentuan Pasal 351 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya;
– 7 Perkara Penadahan (memenuhi ketentuan Pasal 480 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya (4 perkara) dan Kejari Blitar (3 perkara);
Kajati Jatim mempunyai gagasan bahwa dengan mengikutsertakan para mahasiswa yang sedang mengikuti kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai ajang pembelajaran.
"Bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat," ujar Kajati Jatim Dr Mia Amiati.
Melalui kebijakan keadilan restoratif (restorative justice), diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
"Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa," pungkas Kajati Jatim yang ke-35. (*)