Oleh: Lia Istifhama, Wakil Sekretaris MUI Jatim (*)
Caleg terpilih DPD RI 2024-2029
Dalam Kitab Al-Jami’us Shaghier, dijelaskan hadis nomor 4368:
رَأْسُ الْعَقْلِ الْمُدَارَةُ وَأَهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِي الدُنْيَا أَهْلُ الْمَعْرُوْفِ الْأَخِرَةِ (رواه البيهقي عن ابي هريرة)
“Pokok akal adalah toleransi, dan ahli kebaikan di dunia adalah ahli kebaikan di akhirat.” (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah).
Hadis tersebut kiranya sangat tepat untuk menggambarkan fenomena war takjil yang viral di bulan suci Ramadan kali ini. Sebuah istilah yang trending di jagat maya, seperti TikTok, Feed Instagram hingga cuitan di X (dulu Twitter).
BACA JUGA:Catatan Bersama Dahlan Iskan ke Tanah Suci (6) - Salat Jumat di Rooftop
Secara harfiah, war takjil merupakan gabungan dari 2 bahasa. Yakni, war artinya perang (bahasa Inggris) dan takjil yang dalam bahasa Indonesia adalah makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Dalam prakteknya, war takjil yakni kegiatan berburu makanan dan minuman untuk berbuka puasa.
Islam Rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat semesta alam. Ditarik dalam konteks war takjil yang viral di bulan puasa, maka ini menunjukkan rahmat kesayangan bagi semua orang. Keseruan berburu takjil pun kenyataannya tidak hanya dirasakan oleh kaum muslim yang menunaikan ibadah puasa, melainkan juga umat nonis atau nonmuslim.
BACA JUGA:Safari Ramadan PSHT SMAKem Cabang Lamongan Pusat Madiun Menginspirasi
Potret toleransi yang tersyiarkan melalui beragam konten positif dan terus berseliweran di dunia maya tersebut, tentu menjadi keberkahan tersendiri bagi para pelaku UMKM. Dalam Islam, toleransi beragama merupakan bagian dari hablum minannas atau hubungan sesama manusia, tepatnya ukhuwah insaniyyah atau bashariyyah, yaitu bentuk persaudaraan yang berlaku pada semua manusia secara universal tanpa membedakan ras, agama, suku dan aspek-aspek kekhususan lainnya.
Potret Ukhuwwah Bashariyah telah dicontohkan dalam sejarah peradaban Islam, diantaranya dalam sejarah permulaan adzan dan qamat.
Dikisahkan dalam buku ‘Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad’ karya H Munawar Chalil 1960, bahwa sebelum Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, Allah SWT telah memerintahkan kepada beliau dan umatnya supaya mengerjakan salat 5 waktu sesuai apa yang telah ditentukan dalam perjalanan Isra dan Mikraj.
Perintah salat bukan hanya sebagai tuntunan kaum muslimin untuk selalu mengingat kebesaran Allah SWT, melainkan juga membimbing kaum muslimin agar senantiasa menjadi umat yang bersatu dan memiliki persaudaraan yang kuat.
Pada waktu itu, jumlah kaum muslimin sudah semakin banyak dan tersebar di berbagai tempat. Sehingga Rasulullah SAW mengalami kesulitan untuk mengumpulkan mereka pada tiap waktu salat.