SURABAYA, MEMORANDUM-Suasana ramai anak-anak sekolah di sekitar Masjid Al Badri menjadi pemandangan rutin setiap hari. Selain itu, pedagang makanan dan mainan berjejer rapi di tepi jalan depan sekolah yang bersebelahan dengan masjid bersejarah ini.
Masjid Al Badri berada di Desa Tawangsari, Kecamatan Taman, Sidoarjo, memiliki usia yang sangat tua. Didirikan kisaran tahun 1850an dan tahun 1860an oleh KH Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo.
Masjid yang berdiri disebelah Kali Kidul (sebutan sungai kecil yang membelah wilayah Desa Tawangsari menuju Kali Surabaya) mempunyai sejarah panjang dalam keikutsertaan mengambil peran untuk menyebarkan ajaran Islam di tanah air.
BACA JUGA:Jelang Lebaran, Dinas PUPR Jombang Sigap Lakukan Perbaikan Jalan Rusak
Ketua Ta’mir Masjid Al Badri, Gus Ahmad Fairuz Badi membenarkan Masjid Al Badri sudah berusia sekitar 161 tahun lebih. “Berdirinya antara kisaran 1850an dan 1860an," kata Gus Fairuz.
BACA JUGA:Gempa Susulan, Pekerja Kantoran di Surabaya Berhamburan
Gus Fairuz menyampaikan dirinya merupakan generasi ke 4 dari
nasab KH Raden Mas Abdul Wahab yang juga keturunan Jaka Tingkir atau Mas Karebet raja pertama Kerajaan Pajang tahun 1549-1582 dengan nama Sultan Hadiwijaya.
"Urutannya adalah KH Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo Bin KH Arfiyah Bin Kyai Jamaluddin Bin Pangeran Sambu Bin Pangeran Bunawa Bin Jaka Tingkir atau Pangeran Mas Karebet," jelas Gus Fairuz pada Memorandum, Jumat 22 Maret 2024.
Gus Fairuz merupakan keluarga dalem dari keturunan KH Raden Mas Abdul Wahab mengatakan, pada masa itu, daerah Tawangsari masih mayoritas non muslim, dan negara Indonesia dalam masa penjajahan Belanda.
“Sehingga nama kakek buyut harus mempunyai banyak nama samaran. Upaya itu agar bisa menyebarkan Islam dan terhindar dari kecurigaan penjajah belanda,” sebut Gus Fairuz mengenalkan strategi dan taktik kakek buyutnya menghadapi penjajahan.
Dari awal, Gus Fairuz menyampaikan bahwa KH Raden Mas Abdul Wahab mendirikan masjid yang juga terdapat pondok pesantren, sebagai tempat dan media mensyiarkan dan mengembangkan agama Islam. “Beliau adalah yang babat alas di wilayah Tawangsari,” kata dia
Saat berdakwah KH Raden Mas Abdul Wahab sering mendapat teror dan ancaman. Karena ketidaksenangan keberadaan KH Raden Mas Abdul Wahab menyampaikan dakwah Islam.
Hingga keberlangsungan pengembangan pondok pesantren diserahkan ke putranya, KH Randen Mas Ali.
Kemimpinan KH Randen Mas Ali terjadi antara tahun 1902 sampai tahun 1942. Pondok Pesantren Tawangsari mengalami kemajuan pesat dan menjadi masa keemasan pondok. “Upaya yang dilakukan untuk mendidik santrinya dengan dedikasi yang tinggi dan ulet sehingga menghantarkan santri-santrinya ke jenjang kemampuan yang yang maksimal dalam mental spiritualnya,” sebutnya.