MALANG, MEMORANDUM - Lebih dari 900 orang buruh lipat surat suara, pada Sabtu 20 Januari 2024 mendatangi rumah Supriadi selaku kordinator yang berada di Dusun Tamanayu Desa Jatirejoyoso Kecamatan Kepanjen.
Mereka mendatangi rumah kordinator karena tidak ada kesepakatan biaya lipat, antara buruh dan kordinator sebelumnya.
Dimana awalnya buruh mau dibayar Rp 40 ribu untuk DPD, untuk DPRD Rp 50 ribu, untuk DPR RI Rp 60 ribu, sedangkan Presiden Rp 110. Namun harga itu tidak disepakati oleh buruh, sehingga terjadi tawar menawar antara buruh dan pemenang tender.
"Kabupaten Malang ini ongkos lipatnya paling rendah bila dibandingkan dengan kota lain," terang, Hedro Simanjuntak salah satu buruh lipat warga kelurahan Blimbing kota Malang, Sabtu (20/1/2024)
Hendro mengungkapkan, saat akan dibayar dengan ongkos yang cukup rendah dirinya dan teman buruh lipat sepakat tidak mau.
Akhirnya terjadi tawar menawar atas apa yang diminta buruh, dimana buruh minta untuk ongkos lipat surat suara bagi DPD, DPRD, DPRD propinsi dan DPR RI minta Rp 100 ribu.
Namun pihak pemenang tender menawar dengan harga Rp 60 ribu, buruh tidak mau dengan harga yang ditawarkan.
Namun diakhir terjadi kesepakatan antara buruh dan pemenang tender, dimana untuk ongkos lipat kertas DPD sebesar Rp 70 ribu. DPRD, DPRD propinsi, DPD RI sebesar Rp 90 ribu dan untuk surat suara presiden sebesar Rp 130 ribu.
"Akhirnya kita terima pembayaran sebesar itu, sebelum terjadi kesepakatan tersebut kita demo atas rencana pembayaran yang tidak sesuai," kata, Hendro.
Hendro menambahkan, pihak buruh sangat menyanyangkan atas apa yang dilakukan oleh pemenang tender, karena tidak ada pembicaraan ongkos yang bakal dibayarkan.
Akan tetapi diakhir mau seenaknya dalam memberikan ongkos lipatan, padahal dari KPU tender biaya lipat dihitung setiap lembar. Tetapi oleh pemenang tender diabayarkan setiap dos.
Pada kesempatan yang sama Supriadi saat dikonfirmasi oleh Memorandum.co.id mengungkapkan, bahwa telah terjadi mis komunikasi antara pemenang tender dengan buruh lipat. Dimana buruh mintanya sesuai dengan jumlah yang ditenderkan oleh KPU, namun hal itu tidak mungkin dilakukan.
"Karena pemenang tender juga harus menanggung sewa tenda, konsumsi dan pengadaan toilet," ujar, Supriadi.
Makanya tidak bisa memberikan sesuai dengan harga yang diberikan KPU, pasalnya pemenang tender juga harus menanggung pengamanan surat suara yang ada di gudang Bulog.
Hal itulah yang menjadikan keberatan bagi pemenang tender, karena harus menanghung biaya lainnya.
"Tapi Alhamdulilah telah terjadi kesepakatan antara pemenang tender dengan buruh lipat surat suara," imbuh Supriadi.
Supriadi menambahkan, saat ini sedang berlangsung pembayaran yang telah disepakati, pada 900 orang lebih buruh lipat yang dikordinir. Para buruh itu berasal dari malang raya, ada dari kota Batu, kota Malang dan wilayah kabupaten Malang.
Terpisah Mahaendra Pramuday Mahardika, salah satu Komisioner KPU kabupaten Malang, menyayangkan apa yang terjadi pada proses pembayaran gaji lipat surat suara.
"Kenapa tidak dijelaskan sejak awal kalau, gaji yang bakal diberikan pada para buruh lipat surat suara," ungkapnya.
Perlu diketahui ujar Mahardika, setiap dosnya isinya berbeda antara surat untuk Presiden sebanyak 2.000 lembar dan untuk DPD, DPRD, DPRD propinsi dan DPR RI hanya sebanyak 500 lebar/ dosnya.
Mahardika mengatakan, padahal kalau berdasarkan penghitungan KPU biaya lipat diberikan perlembar, tidak setiap dos seperri yang dilakukan oleh pemenang tender.
Dimana untuk DPD, DPRD, DPRD propinsi dan DPR RI sebesar Rp 300 ribu sedangkan untuk surat suara Presiden sebesar Rp 200 ribu karena lebih kecil. (kid)