BLITAR, MEMORANDUM - Rahmat Santoso yang sebagai Wakil Bupati Blitar bakal mengungkap dugaan akal-akalan sewa rumah dinas yang dilakukan oleh Pemkab serta Bupati Rini Syarifah.
Rahmat menegaskan bahwa siap membuka semua akal bulus dibalik kasus tersebut di depan DPRD dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Hal tersebutlah yang diungkapkan oleh Rahmat Santoso untuk menanggapi kelanjutan proses Hak Angket DPRD Kabupaten Blitar, serta penyelidikan Kejari Blitar terkait pengadaan sewa rumah dinas yang dilakukan oleh Bagian Umum Setda Pemkab Blitar dan Bupati Blitar, Rini Syarifah.
“Oh siap, kapan pun dipanggil Insya Allah kalau tidak ada halangan, saya pasti datang,” ujar Rahmat saat ditanyai kesanggupannya untuk hadir dalam penyelidikan yang dilakukan Kejari Blitar.
Rahmat Santoso pun akan membuka 3 point penting terkait sewa rumah dinas. ketiga hal tersebut, diyakini Rahmat Santoso bakal menjadi jalan untuk membuka kasus dugaan akal-akalan sewa rumah dinas yang dilakukan oleh Pemkab Blitar dan Bupati Blitar.
“Akan ada 3 poin yang saya sampaikan, pertama saya tidak tahu dan tidak diberitahu adanya anggaran sewa rumah dinas Wabup. Kedua, saya juga tidak tahu kalau anggaran sewa rumah dinas dicairkan. Ketiga, tidak ada kesepakatan apapun saya dengan Mbak Rini (Bupati Blitar) apalagi sampai tukar menukar rumah dinas,” jelasnya.
Wakil Bupati Blitar tersebut sebenarnya tidak ingin kasus ini terus berlarut tanpa ujung sehingga menimbulkan kegaduhan dan polemik di masyarakat. Sehingga dirinya mengaku siap memberikan semua keterangan terkait sewa rumah dinas.
Sekadar diketahui dugaan kasus sewa rumah dinas ini terus menjadi polemik di masyarakat, lantaran rumah yang disewa oleh Bagian Umum tersebut merupakan milik Rini Syarifah yang tidak lain adalah Bupati Blitar.
Kejanggalan itu semakin menjadi, saat masyarakat tahu bahwa selama 20 bulan masa sewa, rumah tersebut tetap dihuni oleh Bupati Blitar, Rini Syarifah dan keluarga.
Padahal rumah tersebut telah disewa dengan biaya mencapai Rp490 juta yang diberikan oleh Pemkab Blitar kepada Rini Syarifah selaku pemilik rumah.
“Karena rumah itu bukan milik saya, kemudian pendopo yang saya tempati hanya satu kamar juga bukan punya saya. Secara hukum dan hak, apa bisa saya menukarkan dan uang untuk sewa juga bukan uang saya,” terangnya.
Politisi PAN ini juga menganalogikan rumah dinas yang disewa negara seperti mobil dinas berplat merah. Mobil itu pun tidak boleh disewakan untuk mencari uang di luar kepentingan dinas.
“Ya jelas tidak boleh bos, kan termasuk penyalahgunaan wewenang untuk mencari keuntungan pribadi,” tandas Wakil Ketua DPW PAN Jatim ini.
Seperti yang diberitakan sebelumnya usulan Pansus Hak Angket yakni hak DPRD untuk menyelidiki terhadap kebijakan pemkab ini mencuat, setelah terungkap sewa rumah dinas Wabup Blitar yang disewa oleh Pemkab Blitar melalui Bagian Umum, senilai Rp 490 juta selama 20 bulan sejak Mei 2021-Desember 2022 adalah rumah milik Bupati Blitar, Rini Syarifah di Jl. Rinjani No 1, Kota Blitar.
Padahal sejak menjabat Februari 2021, Wabup Rahmat tidak pernah menempati rumah dinas Wabup Blitar tersebut.
Tapi tinggal di Pendopo Ronggo Hadi Negoro (RHN) sampai Mei 2023, kemudian pindah ke Wisma Moeradi milik Pemkab Blitar di Jl. Merdeka, Kota Blitar hingga mengajukan pengunduran diri pada Agustus 2023.
Dipanggil dan diperiksanya Wabup Rahmat ini disampaikan oleh Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Suwito kalau usulan Pansus Angket lolos dan disetujui dalam paripurna.
“Bisa memanggil Bupati dan Wakil Bupati Blitar, untuk memberikan keterangan dan menjelaskan kondisi yang sebenarnya terkait sewa rumah dinas Wabup Blitar ini,” pungkas Suwito. (Nus/zan)