BACA JUGA:TP2ID Kendalikan Pemerintahan Kabupaten Blitar, Seruan Hak Angket Terus Bergema
Diketahui, syarat digelarnya hak angket dan interpelasi ialah, sekurang-kurangnya didukung oleh minimal 7 anggota dewan dan 2 fraksi.
Hendik pun memaparkan, ke-36 anggota dewan yang setuju akan hak angket dan interpelasi ini, berangkat dari keresahan masyarakat Kabupaten Blitar.
BACA JUGA:Beberapa Anggota Mundur, TP2ID Kabupaten Blitar Terancam Bubar
BACA JUGA:Diduga Intervensi OPD, Ketua TP2ID Kabupaten Blitar Bantah Panggil Beberapa Kepala Dinas
Mereka membulatkan suara untuk menguliti apa yang sebenarnya terjadi pada polemik sewa rumah dinas (rumdis) wakil bupati (wabup) Blitar.
36 anggota dewan ini juga sepakat mempertanyakan, apa motif di balik ngototnya bupati mempertahankan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID).
BACA JUGA:Respon Kabar TP2ID Kabupaten Blitar Intervensi OPD, Ketua Komisi III: Bubarkan Saja
"Para anggota yang mendukung angket dan interpelasi ini, sudah habis kesabaran dengan egoisnya bupati. Bagi kami, kasus rumdin ini harus diusut tuntas. Apalagi itu, TP2ID, kami gak habis pikir, sebenarnya ada kepentingan apa, sampai bupati ngotot banget mempertahankannya," tegasnya.
Hal senada disampaikan M Anshori dari Fraksi PAN, yang menyebut, tekad fraksinya untuk 'mengadili' bupati, sudah bulat dan tak bisa ditawar lagi.
"Dari awal kami tegas, kasus rumdin wabup harus diungkap secara terang benderang. Karena itu menyangkut kader terbaik kami, Wabup Rahmat Santoso. Beliau jadinya yang awalnya kena fitnah, padahal yang nerima uangnya siapa, yang nempati siapa," ujar Anshori.
Sebagai informasi, beberapa waktu terakhir, TP2ID diterpa berbagai kabar miring. Hal itu berawal dari salah satu kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengaku diintervensi oleh tim besutan bupati tersebut.
Isu itu pun terus berkembang, hingga sejumlah pejabat OPD lain memberikan pengakuan serupa. Kemudian, ada pula kabar dugaan nepotisme, lantaran ada sosok saudara kandung Bupati yang menjabat sebagai penanggung jawab TP2ID.
Bahkan ada pula yang menyebut TP2ID adalah sarang oligarki yang memegang kendali pemerintahan Kabupaten Blitar. Diantaranya adanya dugaan TP2ID mengatur segala bentuk mutasi, anggaran, serta pengadaan barang dan jasa, sampai menyetir kebijakan bupati.
Bahkan, banyak pihak yang menilai bahwa, TP2ID lah biang kerok dari kesemrawutan rezim Bupati Rini Syarifah.
Sebelumnya juga, Rini Syarifah kedapatan menyewakan rumahnya sendiri pada Pemkab Blitar, untuk digunakan sebagai rumdin Wabup Blitar, Rahmat Santoso, senilai total Rp 490 juta, untuk 20 bulan sejak Mei 2021-Desember 2022.