Berasal dari kata jemparing yang berarti anak panah, permainan jemparingan ini memiliki nama sendiri untuk perlengkapan yang menyertainya. Jemparing atau anak panah terdiri atas deder atau batang anak panah, bedor atau mata panah, wulu atau bulu pada pangkal panah, dan nyenyep atau bagian pangkal dari jemparing yang diletakkan pada tali busur saat memanah.
Kampung Mentaok menurut Hangga adalah kampung penjaga tradisi. Sebab, saat ini olahraga jemparingan susah ditemui. "Kami berusaha keras untuk melestarikannya agar anak cucu ingat bahwa ada olahraga atau seni panahan khas Jogyakarta yang berasal dari kerajaan Mataram," urainya.
Mengunjungi Kampung Mentaok, di Kotagede sebagai penjaga tradisi jemparingan menjadi salah satu agenda Dinas Pariwisata Kota Jogyakarta. Jurnalis, influenser dan konten kreator diajak langsung untuk mencoba menjajal olahraga khas Kerajaan Mataram itu. Di zaman Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, kemudian mendorong pengikutnya untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria. (*)