SURABAYA, MEMORANDUM- Berawal dari binis, Ingo Pottag akhirnya menikah dan menetap di Indonesia. Selain makanan, Mas Ingo, panggilan karibnya juga cinta mati dengan Persebaya. Hal ini diungkapkan Ingo dalam Podcast MemorandumTV, Rabu, 4 Oktiber lalu. Selain suka Persebaya, Ingo ternyata gemar makan kangkung.
“Awalnya ada bisnis di Indonesia, perusahaan Jerman di bidang printing. Kami menjual sekaligus instalasi, Kita punya kantor di Surabaya tapi total saya sudah 20 tahun di Indonesia,” ungkap Ingo.
Awalnya, dia tidak tahu mengenai Kota Surabaya. Namun, setelah ketemu istri sejak 2013 saya jatuh cinta dengan Persebaya. “Bahkan, tahun ini kami merayakan anniversary yang ke-8,” beber Ingo.
Ingo bercerita, ketika awal datang ke Indonesia dia terkejut dengan budaya dan adat istiadatnya. “Orang-orang di sini sangat ramah dan sangat ringan tangan. Tapi kalau soal lalu lintas di sini sangat berbeda. Macet,” ungkapnya.
Perbedaan buda tidak membuat Ingo khawatir. Sebab, ia menemukan sesuatu yang sangat menarik terkait makanan.
Lalu, makanan apa yang disukai Ingo setelah lama di Indonesia? "Istri saya selalu mengatakan kamu makan seperti buaya. Sebab, saya bisa makan apa saja. Namun saya suka gurami pesmol asam manis juga pedas. Suka juga suka kangkung. Sekarang kalau ditanya lebih suka makanan Indonesia atau Jerman saya selalu menjawab Indonesia,” jlentreh Ingo dengan senyum.
Bahkan, menurut Ingo, ketika liburan ke Eropa dia selalu bilang kangen dengan masakan Indonesia. “Ketika dua atau tiga hari di Eropa, saya bilang ke istri, ayo cari makanan yang mirip dengan Indoensia. Lalu kit acari makanan bebek goreng, nasi dan lain-lain,” imbuhnya.
Dalam Podcast, Ingo juga menceritakan perayaan Oktoberfest di Jerman yang identik dengan pesta minum bir. Ketika ia masih tinggal di Jerman, ia memang sering datang ke acara. Namun, saat ini, banyak sekali warga asing yang datang. Seperti dari Amerika dan Meksiko.
Ingo juga berbicara mengenai perbedaan sepak bola Indonesia dan Jerman. Ia melihat, kompetisi di Indonesia sudah bagus tapi tidak sebesar Bundesliga. Baik itu terkait sponsor ataupun hak siar.
Perbedaan lain adalah level permainannya. “Contohnya Persebaya. Saya selalu menonton Persebaya. Saya lihat memang levelnya beda. Tapi bukan itu inti sebenarnya. Intinya adalah senang-senang dan bergembira ketika di akhir pertandingan tim yang kita dukung menang,” jelasnya.
Secara fisik, sepak bola Eropa khususnya Jerman lebih kuat. “Saat ini ada 5 orang asing di tim-tim yang berkompetisi di sepak bola Indonesia. Kadang agak lucu ketika ada orang asing dengan tinggi 2 meter dan Indonesia 165 cm tapi Indonesia bisa lari selama 90 menit tidak seperti pemain asing, itu kelebihannya,” katanya.
Bagaimana dengan Persebaya? “Saya punya member Persebaya dua minggu lalu. Saya suka sepak bola. Memang berbeda levelnya, tapi nggak apa-apa. Awalnya istri mengajak saya ke stadion baiklah kita coba. Awalnya preseason game. Ketika itu lawan Persis dan lawan Persija. Luar biasa,” kenang Ingo.
Ia juga kaget ketika memang ada flare setelah pertandingan. “Aku kirim ke teman di Jerman, dia kaget dan bertanya apa tidak bahaya. Saya jawab. No-lah, no-lah," urainya.
Ia juga sangat exciting ketika Piala Dunia di gelar di Indonesia, khususnya Surabaya. Namun, dia sedikit kecewa Jerman tidak bermain di babak penyisihan di Surabaya. Tapi mudah-mudahan lolos ke final dan Indonesia bertemu Jerman, Alhamdulillah. Alhamdulillah,” ungkapnya. (*)