Sidoarjo, Memorandum.co.id-Kabupaten Sidoarjo terancam tidak akan menjalankan program pembangunan apa pun pada 2020. Ini akan terjadi jika polemik tentang skema pembiayaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) wilayah barat antara eksekutif dan legislatif tak tuntas dalam tujuh hari ke depan.
Direktur LSM Pusaka Sidoarjo Fatihul Faizun, mengatakan sampai saat ini kedua belah pihak masih sama-sama ngotot terkait hal tersebut. Di satu sisi, Pemkab Sidoarjo bersikeras menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), sementara DPRD lebih memilih menggunakan APBD untuk membiayai pembangunan fasilitas kesehatan tersebut.
“Dalam RAPBD memang sudah dicantumkan dana Rp 120 miliar, tapi kemudian Gubernur merekomendasikan pada tim anggaran pemkab dan badan anggaran DPRD untuk membahas kembali masalah itu,” tambah pria yang akrab dipanggil Paijo itu.
Dalam proses berikutnya, pihak DPRD sudah mengirimkan kembali argumentasi yang mendasari keinginan mereka tersebut. Salah satunya adalah adanya aturan yang menyebutkan bahwa pembiayaan proyek yang menggunakan tahun jamak harus dituntaskan sebelum terjadinya suksesi kepemimpinan di suatu daerah.
“Masalahnya, masa kepemimpinan eksekutif di Sidoarjo ini berakhir pada Pebruari 2021. Jadi secara otomatis skema KPBU yang diusulkan bupati gugur oleh aturan itu. Meski begitu sepertinya bupati tetap ngotot pakai KPBU,” imbuhnya.
Sesuai aturan, perbedaan pendapat antarkeduanya harus dilakukan melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Pemprop Jatim. Jika di tahapan ini pun masih deadlock, maka Raperda tentang APBD Sidoarjo 2020 tidak bisa disahkan.
Sebagai gantinya, bupati harus mengeluarkan peraturan kepala daerah (perkada) dengan persetujuan Gubernur Jatim untuk kembali menggunakan anggaran tahun sebelumnya untuk memenuhi biaya rutin dan operasional pemerintahan di Sidoarjo.
“Jadi yang bisa dibelanjakan hanya gaji dan honor pegawai , serta biaya listrik, air dan kebutuhan rutin lain. Dan tidak boleh ada pengeluaran dana untuk proyek pembangunan dalam bentuk apa pun,” tegas pria yang aktif di berbagai organisasi pemuda dan kemasyarakatan itu.
Menurutnya, jelas ini sangat bahaya karena tahun ini Sidoarjo harus menggelar pilkada serentak yang merupakan agenda nasional. Dalam perhelatan pesta demokrasi ini, KPU jelas-jelas sangat membutuhkan sokongan dana dari APBD. “Jadi di sinilah kuncinya. Kalau kedua belah pihak tetap ngotot, maka bukan saja kepentingan masyarakat yang terkorbankan, tapi pilkada pun terancam gagal,” pungkas Paijo.(lud/jok/udi)