Surabaya, Memorandum - Umumnya petai hanya diambil bijinya saja untuk pelengkap menyantap makanan bagi pecintanya, sedangkan kulitnya dibuang begitu saja. Akan tetapi ditangan di mahaswa Unair, limbah kulit petai dimanfaatkan sebagai obat sariawan.
Mereka adalah adalah Alfin Rachmad Cahyadi, Mohammad Iqbal, Sherina Fatwa Imanu, Shafa Naila Maharani Madjid, dan Nicholas Widson.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unair berhasil lolos pada tahap pendanaan dari Kemendikbudristek RI.
Ketua tim Alfin Rachmad Cahyadi mengatakan bahwa mereka melakukan riset yang berjudul Potensi Microneedle Patch Ekstrak Limbah Kulit Petai (Parkia speciosa) Dalam Mempercepat Penyembuhan Oral Ulcer Melalui Peningkatan Aktivitas Makrofag M2. Jelasnya, riset itu fokus pada penyembuhan sariawan.
“Saat ini pengobatan buat sariawan itu obat kumur. Obat kumur sendiri bertahan di rongga mulut tidak dalam waktu lama. Jadi, kami punya inovasi membuat bentuk sediaan yang bisa bertahan lama di rongga mulut, yaitu pakai patch,” ujarnya.
Alfin menjelaskan inovasinya dan Tim Kutai Pacth, Program Kreativitas Mahasiswa – Riset Eksata (PKM-RE) Unair ini berupa patch dalam bentuk microneedle patch. Dari inovasi tersebut, nantinya bentukan jarum dari patch dapat menjadi tempat dari bahan untuk masuk ke lapisan mukosa. Tentunya, hal itu akan lebih baik dibandingkan dengan tanpa bentukan jarum.
Selain itu, menurutnya, hingga saat ini, kulit petai belum banyak termanfaatkan. Dari hasil penelitian, kulit petai ternyata memiliki kandungan seperti polifenol, tanin, dan flavonoid. Dari kandungan tersebutlah mereka memilih kulit petai sebagai bahan untuk microneedle patch yang dibuat.
“Untuk penggunaannya, microneedle patch yang sudah terlekat dengan plester ditempelkan pada sariawan. Tujuannya untuk mempercepat penyembuhan sariawan,” imbuhnya.
Selain itu, kulit petai dengan flavonoidnya memiliki sifat anti inflamasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan dari peradangan atau sariawan. Saat ini, microneedle patch sedang dalam tahap pengujian dan penulisan artikel ilmiah, dengan harapan dapat dipublikasikan dan dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
“Kami juga memiliki akun sosial media yang kami gunakan untuk memperluas informasi terkait microneedle patch ekstrak limbah kulit petai, yaitu @kutai_patch,” jelasnya.
Ke depan, ia berharap microneedle patch yang ia dan tim buat mendapatkan hasil yang terbaik sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan sariawan di masyarakat. Selain itu, Alfin berpesan kepada masyakat untuk tetap menjaga lingkungan dan memanfaatkan sampah sisa makanan karena kulit petai saja dapat menjadi alternatif pengobatan sariawan.(alf/ziz)