Ingin Menerkam dan Mengajak Bertamasya ke Taman Surga
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Jemaah taklim Utsaz tadi diam. Cukup lama. Lantas terdengar pengakuan bahwa hatinya memang agak bergetar bila melihat perempuan lain. Terutama perempuan muda. Padahal, wajahnya tidak lebih cantik dari sang istri.
“Di rumah Njenengan ada berapa perempuan?”
“Keluarga?”
“Siapa saja.”
“Banyak, Ustaz. Selain istri, ada dua adik ipar dan sekitar sembilan anak kos.”
“Sudah ketemu penyakitnya.”
“Maksud Ustaz?”
“Begini. Mulai hari ini saya minta Panjenengan menjaga pandangan mata secara maksimal.”
“Maksud Ustaz?”
“Tundukkan wajah setiap hendak berhadapan dengan perempuan. Hindarkan mata dari memandangnya. Jangan lihat. Baik wajahnya, bodinya, maupun sekadar ujung hidungnya.”
“Semua perempuan?”
“Ya. Termasuk istri. Lakukan selama lebih kurang sebulan. Setelah itu Njenengan hanya boleh melihat wajah dan tubuh istri. Hanya istri. Apa saja yang ada padanya. Setop memandang perempuan lain.”
“Lalu?”
“Itu saja.”
“Itu saja?” batin Memorandum. Sesederhana itu? Resep ini menancap permanen di memori dan hati. Memorandum, yang sejatinya juga merasakan perasaan yang sama dengan jemaah tadi, bertekad dalam hati untuk mempraktikkannya.
Sejak hari itu, Minggu (17/11), Memorandum benar-benar menjaga mata agar tidak mendaratkan pandangan di tempat yang salah. Setiap mendengar suara perempuan, Memorandum berusaha mengalihkan wajah ke tempat lain agar tidak memandang perempuan tadi. Kalaupun terpaksa sekilas melihat perempuan, Memorandum segera menunduk atau menoleh ke tempat lain.
Pada hari pertama, kedua, hingga ketiga, hal ini terasa berat. Saat mendengar suara seksi seorang perempuan, sepertinya ada kekuatan di bawah sadar untuk segera melihatnya.
Alhamdulillah, sejak hari keempat dan seterusnya Memorandum sudah terbiasa mengendalikan pandangan agar tidak melihat wajah dan tubuh perempuan. Juga istri di rumah.
Pada Selasa (17/12) tempo hari, sebenarnya puasa mata Memorandum sudah usai. Sudah boleh berbuka. Memorandum berencana berbuka sepulang kerja, Selasa malam itu.
Tapi karena ada undangan pernikahan keponakan di Paciran, Lamongan, Sabtu (21/12), Memorandum sengaja menundanya hingga waktu itu. Kebetulan Memorandum diberi jatah menginap di Tanjung Kodok Beach Resort.
Begitu masuk pintu hotel, Memorandum mengangkat wajah, melihat wajah istri. Perempuan yang sejak dulu Memorandum kagumi kecantikannya, sore itu tampak semakin cantik. Cuuuaaantik. Pol. Memorandum ingin menerkamnya dan segera mengajak bertamasya menuju taman surga. Oh no, oh yes! (habis)