Matahari Terbit, Dunia Malam Arini Sudah Berakhir (4)

Senin 17-07-2023,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Yang paling Arin syukuri adalah fakta bahwa dirinya masih bisa hamil. Sebab, kebanyakan teman wanitanya sesama pengguna rata-rata mandul meski sudah nikah bertahun-tahun. Memang ada yang sempat hamil dan melahirkan, tapi anaknya cacat. Ada yang cacat fisik. Ada yang cacat mental. Wajahnya mirip—kata orang-orang—anak-anak yang orang tuanya menjalani ritual pesugihan. Nauzubillahiminzalik. Bahkan ada yang cacat fisik sekaligus cacat mental. Inilah yang sekarang amat ditakutkan Arin. Karena itulah sejak dinyatakan hamil, Arin tidak pernah mengenal lelah dan sungkan untuk berkonsultasi kepada dokter. Apa pun itu, yang mengganjal pasti ditanyakan. Arin bahkan pernah menegaskan ke dokter apakah memang tahu bahwa dirinya seorang pecandu. Itu di awal-awal kehamilan, pascadokter memberi penegasan agar Arin menjaga kesehatan. “Dari gerak bola mata saja saya sudah tahu. Apalagi setelah mendeteksi detak nadi dan membaca hasil lab darah. Tapi sudah bisa menghindarinya kan?” tanya dokter. Arin tersenyum lega. Arin juga bertanya apakah bakal bisa melahirkan anak yang normal? Dokter yang giliran menjawab pertanyaan dengan senyum. “Bergantung Njenengan. Kalau Njenengan mampu menjaga pantangan dan memenuhi asupan gizi, insya Allah bisa.” “Hanya insya Allah?” Dokter tersenyum. Lalu tertawa. “Saya tidak bisa menentukan. Yang bisa hanya Allah. Karena itu, saya sarankan Njenengan rajin beribadah dan menggencarkan doa kepada-Nya.” Meski tidak terlalu mantap, Arin merasa hatinya tenteram. Dalam hati bahkan berjanji bakal mengubah sikapnya dalam beragama. Bertuhan tidak hanya di bibir. Beragama tidak hanya di KTP. Bayangan nasib teman-temannya sekomunitas yang kurang atau bahkan tidak beruntung dalam hal berketurunan bersliweran di benak. Menjadikan nggliyeng. Membuat dinding kepala seperti digigit seribu satu semut rangrang. Nyeri. Ngilu. Berdetak-detak. “Mudah-mudahan Allah menolong. Aku janji akan beribadah. Hanya beribadah kepada-Mu ya Allah. Dan kali ini, aku hanya minta tolong kepada-Mu. Sebab, hanya Engkaulah yang bisa menolongku,” doa itu setiap hari dipanjatkan Arin. Sedikitnya lima kali. Kadang ditambah usai salat Duha. Kadang ditambah usai salat Tahajut. Tidak hanya itu. Arin juga menggencarkan permintaan tolongnya kepada Yang Mahaesa lagi Mahakuasa lagi Mahasempurna dengan menguras dompet sedalam-dalamnya untuk berinfak dan bersedekah. “Agar Allah tahu bahwa aku tidak main-main. Bahwa aku ber-taubatan nasuha. Bertekad berhenti dari segala perbuatan maksiat ke pengabdian yang paripurna. Terimalah ya Allan,” ucapnya. Mungkin saking semangatnya, Arin sampai lupa bahwa Yang Mahatahu sangat mengetahui apa yang diucapkan hambanya maupun yang tebersit di dalam hati. Yang nyata dan yang gaib.  (jos, bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait