Surabaya, memorandum.co.id – Relokasi pedagang kali lima (PKL) di sekitaran Masjid Al Akbar Surabaya menyisakan persoalan. Komisi B menerima kedatangan paguyuban PKL untuk hearing, Senin (15/5/2023). Ketua Paguyuban PKL Bambu Runcing Johanes Saiah mengungkapkan pada intinya berterima kasih soal relokasi, tetapi apa yang menjadi keinginan PKL seharusnya harus ada keselarasan dengan para dinas terkait. Sedangkan pedagang yang direlokasi itu tidak ada perjanjian apapun, MoU apapun terkait pengelolaan. PKL tahunya dipindahkan, diberi fasilitas, dan tidak mengganggu area bahu jalan. Pihaknya sudah mengikuti, tetapi disini etika dan attitudenya yang tidak bisa diterima. "Termasuk verifikasi dari dinas tanpa ada koordinasi dengan kami sebagai pengurus. Kedua yang mengatakan bahwa iuran apapun termasuk listrik digratiskan. Makannya kami tanya, dana darimana," kata Johanes. Ada paguyuban Bambu Runcing, Pemuda Mandiri, dan Bintang Mart. Mereka menggelar dagangan mulai 2018 sampai pihaknya menata. Sehingga waktu itu Wali Kota Risma menyarankan untuk merelokasi di lahan aset pemkot yang masih berbentuk sirtu. "Apalagi di tempat relokasi ini masih dikatakan belum layak. Kalau pemerintah kota peduli dengan PKL yang direlokasi, berikan fasilitas yang layak. Contoh kalau hujan kehujanan, tenda beli sendiri, peran dinkop dimana? ujug-ujug PKL ini mau diambil alih," lanjut Johanes. Sementara itu Wakil Ketua Komisi B, Anas Karno mengusulkan pengelolaannya dipegang oleh dinkopdag supaya semua terdaftar dan ada pendampingan. Ini sesuai arahan Wali kota itu, agar semua bisa terkontrol. Verifikasi pedagang dengan meminta KTP agar semua pedagang terdaftar (di dinkopdag) pada prinsipnya, satu, harus warga Surabaya. "Agar yang di sekitar Masjid Agung itu bisa terpusat di satu titik yang mana nanti sesuai dengan persil. Pemkot memberikan peruntukannya pada Masjid Agung. Tetapi sudah ada kesepakatan yang mana digunakan sekitar 348 pedagang kaki lima," kata Anas. Sementara pedagang yang tak ber-KTP Surabaya tidak bisa berjualan. Karena sudah aturan, ini aset Pemkot, tentu dikembalikan lagi ke warga Surabaya untuk pengelolaannya. "Kalau dibuka untuk non Surabaya, nanti kitanya kerepotan. Nanti warga non Surabaya berdatangan semua ke Surabaya. Maka kita khususkan untuk pelaku usaha mikro asli Surabaya," ujar Anas. Sekedar diketahui bahwa tanah di utara Masjid Al Akbar adalah tanah milik pemkot. Dasarnya atas dasar SK Wali Kota 188.45/276/436.1.2/22. Dinas Koperasi Bidang Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Kota Surabaya harus ikut mengelola sesuai SK 188.45/276/436.1.2/22 Walikota Surabaya tentang penetapan status penggunaan barang milik pemerintah Kota Surabaya berupa tanah yang terletak di Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan pada dinas koperasi UMKM "Kedua tugas pokok dan fungsi dinkop, yakni di perwali terutama pasal 2 ayat 1 dinkop merupakan unsur pelaksanaan urusan di bidang Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Kota Surabaya. Secara kewenangan memang diamanahi untuk masalah perdagangan, " kata Devie Afrianto Kepala Bidang Pendistribusian Perdagangan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (Dinkopdag) Kota Surabaya. (rid)
Persoalan Relokasi PKL Masjid Al Akbar Dibahas di Komisi B
Senin 15-05-2023,21:34 WIB
Editor : Syaifuddin
Kategori :