Terbiasa Menikmati Layanan Maksimal Terapis Pijat Plus-Plus
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Matahari masih berkuasa saat Memorandum kedatangan seorang tamu, akhir Juli lalu. Namanya sebut saja Joe (53, bukan sebenarnya). Dia mantan wartawan yang kini menjadi anggota legislatif di sebuah daerah tingkat dua kawasan pesisir selatan.
“Antar aku ke tempat pijat,” katanya.
“Aku tidak biasa pijat.”
“Aku tahu. Hanya ngantar. Yang fasilitasnya lengkap.”
“Aku tidak tahu tempatnya.”
“Aku tahu. Aku hanya minta kau menemani Sementara aku pijat, kau bisa makan-makan atau sekadar berendam air hangat. Cocok untuk kamu. Mantan stroke.”
Memorandum tidak bisa menolak karena langsung digelandang masuk mobilnya, Expander keluaran terbaru. Kami lantas meluncur menuju tangah kota. Titik-titik kemacetan kami lewati dengan menguras kesabaran. Antara lain, jalan dari arah Wiyung hingga belok kiri di pertigaan Kedurus dan Jalan Gunungsari depan Hotel Singgasana.
Mobil belok kawasan Kodam V/Brawijaya, Jalan Kutei, dan belok kiri lagi masuk Jalan Adityawarman, Jalan Mayjen Sungkono. “Mulai dari sini banyak bertebaran panti-panti pijat yang aku maksud. Tapi kita terus saja. Aku punya langganan di HR Muhammad,” kata Joe.
Setelah menelusuri Mayjen Sungkono dan sebuah jembatan tol, mobil merayap pelan. Joe memperhatikan kawasan ruko-ruko di sebelah kiri jalan. “Maaf, aku agak lupa. Sudah lama tidak ke sini,” aku Joe tanpa ditanya.
“Tempatnya di pojok dalam. Dari luar tidak kelihatan, tapi aku ingat kok tanda-tandanya,” katanya lebih seperti ditujukan kepada diri sendiri. Sambil mengingat-ingat.
Ketemu. Akhirnya Joe masuk sebuah kompleks ruko dan memarkir mobil. “Masuk Bos. Wah sudah lama tidak kelihatan,” sambut pegawai tempat pijat itu, yang namanya mengingatkan kepada lapisan gas yang melingkupi planet di garis-garis luar aneeeeeeegkasa.
Joe tersenyum. “Banyak proyek besar,” katanya singkat sambil bergegas masuk.
“Ada terapis baru Bos.”
“Oh ya?”
Di ruang resepsisonis, kami disambut dua cewek cantik. “Om Johan. Sudah lama lho Om tidak ke sini,” kata satu dari dua cewek tadi sambil memberikan dua gelang kunci.
“Aku di sini dikenal sebagai Johan. Pengusaha top,” bisik Joe sambil mengajak Memorandum masuk sebuah ruangan.
“Copot baju dan celanamu. Ganti ini,” kata Joe sambil mengulurkan sesuatu.
“Tapi aku tidak mau pijat.”
“Aku tahu. Setelah ganti ini, kau bisa berendam air panas atau makan-makan di lantai dua. Aku juga mau berendam dulu,” kata Joe. Memorandum diam.
Memorandum lantas membuntuti Joe. Mengikuti apa pun yang dia lakukan. Persis kerbau dicocok hidungnya. Joe masuk kolam air panas, Memorandum ikuti. Joe masuk sebuah ruang berasap wangi, Memorandum ikuti. Joe masuk ruang berasap yang lain, Memorandum ikuti. Begitu seterusnya, sampai Joe naik tangga menuju ruang makan.
Setelah puas makan-minum sambil menikmati alunan musik, Joe mendekat. “Aku naik dulu, mau pijat. Kau bisa di sini makan-makan dan minum-minum atau turun lagi untuk berendam air panas. Atau berubah pikiran mau pijat?” (bersambung)