Cahaya Langit yang Sinari LGBT di Dini Hari (4)

Senin 13-03-2023,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Sejak itu 100 persen Koko diperlakukan sebagai cewek. Saking senangnya Koko didandani cewek, bapak sampai memarahi ibu bila dia lupa mengenakan pakaian cewek kepada Koko. Pakaian cowok yang dipersiapkan ibu sebelum menjemput Koko dari rumah pakde dan bude dibiarkan teronggok di sudut lemari. Bapaklah yang kali pertama memanggil Koko dengan sapaam Kiki, ditulis k-y-k-y. Baru setelah masuk TK, bapak dan ibu memakaikan pakaian cowok. Tapi, itu pun hanya terbatas waktu sekolah. Di rumah dan saat bepergian, Koko tetap diberi pakaian cewek. Koko sendiri lebih senang didandani cewek. Ia melihat dirinya begitu sempurna di depan cermin. Cantik seperti ratu-ratu yang terlihat di buku-buku dongeng dan yang diceritakan ibu-ibu guru di sekolah. Bapak dirasakan begitu sepenuhnya mencurahkan kasih sayang ketika Koko tampil dengan kecantikannya. Ibu yang malah kadang protes. Katanya, kalau terlalu lama diperlakukan seperti cewek, dikhawatirkan jiwa Koko berkembang sebagai cewek betulan. Tidak sesuai kodratnya. Bapak ngotot. Dia berpendapat Koko akan menemukan karakter ketika sudah sunat nanti. Setelah itu aku baru akan diperlakukan sebagai lelaki sejati. Lelaki sungguhan. Selama didandani cewek, otomatis kesehari-harian Koko lebih banyak bergaul dengan cewek. Dia jarang berkumpul dengan teman-teman cowoknya. Bila berada di antara mereka, Koko malah sering di-bully. Koko tumbuh sebagai sosok pemalu. Sejak kecil. Ketika di awal-awal TK, Koko tidak mau bagian tubuhku yang tertutup terlihat orang lain. Makanya, ketika pipis, dia selalu masuk kamar kecil dan berhajat di sana. Koko juga malu bila terpaksa mengetahui bagian tertutup teman-teman, yang rata-rata sangat jorok. Suka pipis di sembarang tempat. Kadang di halaman sekolah, kadang di pinggir selokan. Suatu hari Koko melihat Wawan pipis dengan berdiri di pinggir selokan. Air pipis-nya dimain-mainkan ke sana-kemari dan hampir mengenai kaki Koko. Saat itulah dia melihat alat pipis Wawan yang seperti wortel. Mirip alat pipis-nya. Pada kesempatan lain, Koko melihat Ana pipis di pojok luar kelas. Jongkok. Tidak sengaja aku melihat alat pipis-nya. Berbeda dari alat pipis-nya dan alat pipis-nya Wawan. Ajaib. Tidak terlihat wortel-nya, tapi seperti bersumber dari dinding tubuh. Koko heran. Sampai di rumah, dia menanyakan hal itu kepada bapak. Kata Bapak, “Pada saatnya kamu akan mengerti.” Itu saja. (jos, bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait