Oleh: Dahlan Iskan
“Selamat ya, dapat presiden baru,” kata saya.
“Belum tahu apakah lebih baik,” jawabnya.
Itulah kalimat pertama yang saya ucapkan begitu keluar bandara Colombo, Sri Lanka. Sabtu kemarin.
Dan begitulah jawab yang membawa saya dengan mobil Toyota barunya.
Hari itu 13 hari sudah umur kepresidenannya. Ia seorang Letkol yang pensiun muda.
Sang Letkol --hanya satu tingkat di atas pangkat terakhir AHY-- juga adalah anak seorang mantan presiden. Ups, bukan anak, tapi adik kandung.
Nama Letkol itu: Nandasena Gotabaya Rajapaksa.
Nama panggilannya: Gota.
Gota pensiun muda untuk jadi ilmuwan ekonomi. Itu alasan resminya. Yang tidak resmi: kurang cocok dengan atasan. Maka sampai dengan pangkat Letkol baginya cukup. Sudah cukup terbentuk jiwa militernya. Apalagi, selama karirnya itu, Gota terus di medan perang.
Perang sipil. Melawan pemberontak bersenjata di hutan-hutan.
Sri Lanka memang lama dalam keadaan darurat. Terjadi perang sipil yang berkepanjangan.
Begitu berhenti Gota pergi ke Amerika. Kuliah di sana. Membawa serta sakit hatinya. Letkol Gota memang tidak cocok dengan pendekatan atasannya. Dalam menghadapi pemberontak di sana.
Perjalanan selanjutnya seperti sudah ada yang mengatur. Begitu kuliahnya selesai kakak sulung Gota terpilih sebagai Presiden Sri Lanka: Mahinda Rajapaksa.
Letkol Gota pun dipanggil pulang.
Sang adik diangkat menjadi menteri pertahanan.
Para jenderal pun menjadi bawahan sang Letkol. Tidak masalah. Sang kakak, ups, sang presiden mendukung penuh.
Hebat. Berhasil.
Selama lima tahun menjadi menteri pertahanan Gota berhasil mengakhiri perang sipil selama 30 tahun.
Sri Lanka pun memasuki masa damai. Mulailah bisa membangun.
Sang kakak, sebagai presiden, mengurus ekonomi. Sang adik mengurus stabilitas keamanan.
Masih ada satu Rajapaksa lain: Chamal Rajapaksa. Saudara tertua mereka. Ia menjadi politisi. Anggota DPR. Kebagian mengurus stabilitas politik.
Pada masa kekuasaan Trio Rajapaksa inilah Sri Lanka bisa membangun tol pertamanya. Berlanjut dengan tol-tol berikutnya.
Yang membangun Tiongkok.
Pada masa ini pula pembangunan pelabuhan samudera dilakukan. Yang terbesar di Sri Lanka. Melalui upaya reklamasi.
Yang membangun juga Tiongkok.
Dengan dana pinjaman dari negara itu.
Pinjamannya pun terlalu besar. Akhirnya kepemilikan pelabuhan itu diserahkan saja ke Tiongkok.
Peristiwa inilah yang kemudian terkenal dengan isu ‘China Trap’ --jebakan Tiongkok.
Yang pertama melontarkan isu itu adalah ilmuwan India. Lalu menjadi isu internasional yang menakutkan.
Dari bandara saya langsung ke pelabuhan ini. Tentu saya ingin tahu seberapa besarnya. Dan seberapa pentingnya.
Lokasi pelabuhan ini di pusat ibu kota. Bersebelahan dengan water front city-nya Colombo.
Banyak sekali orang rekreasi di water front city itu. Banyak juga restoran di dekat pantai. Hotel-hotel besar juga di sekitar ini.
Saya menyesal tidak sempat tinggal di Shangri-La. Posisinya menghadap pantai --juga bisa melihat pelabuhan jebakan ini dari lantai atas.
Tapi saya sempat makan di restoran seafood yang lezat di dekat pantai ini.
Saya pun melihat pelabuhannya sendiri sudah hampir jadi. Izin reklamasi ya juga beres.
Di pusat Kota Colombo ini juga ada danau. Banyak juga hotel besar di sekitarnya. Salah satunya jadi sasaran bom bunuh diri tujuh bulan lalu. Tragisnya di hotel itu lagi ada kebaktian hari raya Paskah.
Hari itu tiga lokasi meledak bersamaan di Colombo. Jumlah yang meninggal menggentarkan dunia: 275 orang.
Sekali lagi Islam dikaitkan dengan gerakan teroris radikal.
Sekarang ini isu teroris mulai reda di sana. Masyarakat sudah dapat hiburan baru. Tidak jauh dari hotel bom itu sedang dibangun tower. Seperti tower yang menjulang di Shanghai.
Bangunan itu diberi nama Lotus Tower. Desainnya dibuat mirip Lotus --bunga suci agama Budha.
Orang Colombo --yang 65 persen Budha-- sangat bangga dengan tower baru itu.
Bulan depan sudah beroperasi.
Yang membangun juga Tiongkok.
Di masa kepresidenan Mahenda Rajapaksa memang begitu banyak proyek besar. Khususnya proyek dari Tiongkok.
Lawan politik Rajapaksa pun menjadikan isu Tiongkok ini untuk menyerangnya. Oposisi terus menggemakan isu China Trap. Negara-negara barat mendukung oposisi.
Isu lainnya adalah nepotisme. Kakak-beradik penguasa semua.
Isu tambahan: korupsi dan kolusi.
Oposisi berhasil. Lima tahun lalu Rajapaksa ditumbangkan. Gota pun mundur dari menteri pertahanan.
Pemerintahan baru menjadi sangat pro barat.
Tapi tidak mendapat apa-apa dari barat.
Pun keamanan mulai terganggu kembali.
Puncaknya, bom meletus masif tujuh bulan lalu itu.
Rakyat pun ingat kembali Letkol Gota.
Maka dalam pemilu barusan Letkol Gota menjadi capres.
Tapi Gota sudah bukan lagi sekedar Letkol. Ia sudah disebut mantan menteri. Menteri Pertahanan pula. Dengan prestasi yang legendaris.
Tentu Gota tidak gentar bersaing dengan 34 capres lainnya.
Apalagi pesaing terkuat babak akhir hanya satu: Sajith Premadasa.
Sajith tidak bisa membawa isu nepotisme untuk menyerang Gota. Ia sendiri anak mantan presiden Sri Lanka.
Akhirnya Letkol Gota Rajapaksa yang menang.
Dua hari setelah terpilih Gota mengumumkan kabinet baru. Hari itu perdana menteri Sri Lanka mengundurkan diri.
Maka Presiden Gota mengangkat perdana menteri baru: kakak kandungnya sendiri. Yang dulu presiden itu. Yang mengangkatnya menjadi menteri pertahanan itu.
Sejarah terbesar nepotisme pun terukir di Sri Lanka. Adik jadi presiden, kakak jadi perdana menteri.
Benih-benihnya sudah ada di Indonesia.(*)