Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Tanah Larangan (5)

Kamis 28-04-2022,12:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Ken Arok pada dasarnya terheran-heran dengan perkembangan ilmu Toh Kuning. Ia tidak mengira kemajuan yang sangat pesat dapat diraih oleh lawannya yang kini menjadi senapati tangguh pasukan khusus. “Toh Kuning,” kata Ken Arok, ”sebenarnya aku mengira kau berada dua lapis dari tingkatanku. Bagaimana kau akhirnya mampu berbuat seperti ini?” “Karena aku mengerti siapa diriku, Ken Arok. Aku tidak pernah berhenti untuk berusaha agar mencapai puncak.” Toh Kuning lantas meningkatkan serangannya yang kini seperti badai yang ganas di lautan. “Bagus,” Ken Arok berseru nyaring seraya memiringkan tubuhnya ke samping kemudian kakinya menjejak tanah lalu meluncur sambil melepaskan tendangan beruntun. Serangan Ken Arok datang sangat deras seperti air bah yang menghancurkan tanggul. Serangan Ken Arok yang mengandung getaran yang dapat merusak gendang telinga. Toh Kuning meloncat surut kemudian ia memutuskan untuk menggeser tempat berkelahi mendekati tebing yang tegak lurus menjulang ke angkasa. Sementara di bawah tebing cadas itu terdapat tanah lapang yang tidak begitu luas dan pohon-pohon tumbuh dalam jarak yang agak jauh. Ken Arok tidak menghentikan gelombang serangnya. Ia memburu Toh Kuning yang melesat menjauh darinya. Dalam jarak yang rawan dengan intaian maut, Toh Kuning mampu mengelak tendangan Ken Arok dengan mencondongkan tubuhnya lebih rendah. Namun angin panas yang mengiringi tendangan itu menimbulkan rasa panas yang menyengat bagian leher Toh Kuning. Ia terhuyung mundur oleh dorongan angin tenaga inti. Toh Kuning tidak mempunyai kesempatan mengukur kekuatan angin  tendangan lawannya karena Ken Arok kembali menghujaninya dengan hantaman-hantaman yang mengandung hawa dingin. Toh Kuning tidak lagi mengelak serangan Ken Arok, kini ia menyambut setiap pukulan Ken Arok dengan tangkisan-tangkisan yang diselubungi hawa panas. Ketika ia melihat kesempatan terbuka pada celah pertahanan Ken Arok, Toh Kuning meloncat ke samping lalu menggebrak dengan menggunakan tumitnya. Tetapi Ken Arok mampu menghindarinya dengan bertumpu pada ujung kaki lalu memutar tubuh seperti pusaran air. Toh Kuning merasa seperti terhisap oleh angin yang ditimbulkan oleh tubuh Ken Arok yang berputar sangat cepat. Ia melejit lalu menukik bagaikan elang menyambar mangsanya. Toh Kuning yang mendapat kesempatan untuk membalas serangan kini mengalirkan kekuatannya bagaikan ombak yang bergulung-gulung tiada henti. “Pamekas!” seorang prajurit bergeser mendekati Pamekas. Pamekas berpaling padanya, lalu prajurit itu bertanya, ”Bagaimana jika lurah mengalami kekalahan pada perang tanding ini?” Pamekas tersenyum dan membesarkan hati kawannya. Ia berkata kemudian, ”Kita akan bergabung dengan Ken Arok di Tumapel.” Prajurit itu terperanjat dengan jawaban Pamekas. Lalu Pamekas menambahkan, ”Ki Lurah kalah atau menang,  sebenarnya itu tidak akan dapat membelokkan akibat dari keputusan kita. Kita tidak akan dapat memasuki barak pasukan khusus sebagai prajurit dan kita juga tidak akan dapat diterima kembali sebagai prajurit Kediri.” Kawannya mengangguk-angguk lalu bertanya lagi, ”Apakah kita akan bertempur melawan pengikut Ken Arok?” “Pertempuran itu tidak akan terjadi. Percayalah bahwa Ken Arok akan menghormati keputusan sahabatnya meskipun mereka sedang bertarung mati-matian,” jawab Pamekas tanpa menanggalkan senyum. Pamekas seperti mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang kuat pada kedua orang yang sedang bertempur dengan ilmu tingkat tinggi. “Apakah itu berarti kita bergabung dengan Tumapel sebagai prajurit?” Pamekas menggeleng-geleng kemudian, ”Itu terserah keputusan Ken Arok. Tetapi aku yakin Ken Arok tidak akan mengecewakan Ki Lurah.” Sejenak kemudian mereka kembali memalingkan pandangan pada pertarungan luar biasa yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Temannya menggeleng kepala berulang sambil bergumam, “Membingungkan.” (bersambung)      

Tags :
Kategori :

Terkait