Pernikahan Pemuda Dingin vs Pembantu (1)
Rabu 27-04-2022,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi
Minta Maaf dan Menyesal Telanjur Memaksa
“Sekali lagi, saya minta maaf,” kata seorang lelaki paruh baya, Sahid (samaran), kepada seorang perempuan muda di sampingnya, sebut saja Siti. Anak atau istri?
Penasaran, Memorandum yang duduk tidak jauh dari mereka di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya mendekat. “Bapak tidak menduga Rio (bukan nama sebenarnya, red), anak Bapak, berperilaku seperti itu. Sungguh, Bapak menyesal telanjur agak memaksa Nak Siti menikah dengannya,” kata Sahid lirih di dekat telinga Linda.
“Saya pingin pulang ke desa, Pak,” kata Siti tak kalah lirih. Ada tetes air mata bergulir jatuh ke pangkuannya.
“Ya. Sabar. Tunggu keputusan cerainya dulu agar Nak Siti tidak tergantung,” tutur Sahid. Sayang, sampai di sini Memorandum terhenti mendengar cerita mereka. Dua insan yang ternyata anak dan bapak mertua itu dipanggil masuk ruang sidang.
Setengah hingga satu jam mereka belum keluar, padahal baru saja ada telepon dari kantor untuk segera merapat karena ada rapat dadakan. Terpaksa Memorandum meninggalkan PA.
Nahas, esoknya dan esoknya dan esoknya lagi Memorandum tidak bisa menemui mereka di PA. Memorandum lantas bergeser ke kantor pengacara, sebut saja Win, yang biasa mengurusi kasus-kasus perceraian.
Kami berbincang ngalor-ngidul. Memorandum iseng bertanya kepada pengacara murah senyum ini apakah membantu mengurus perceraian perempuan bernama Siti? “Yang setiap datang ke PA selalu didampingi ayah mertuanya?” tanya Win sambil tersenyum lebar.
“Tul,” kata Memorandum terlonjak gembira karena bisa melanjutkan kisah Siti dari data-data dan cerita Win.
Kata Win, awalnya Siti adalah pembantu atau asisten rumah tangga di keluarga Sahid. Mereka bukan orang asing atau jauh. Masih kerabat. “Siti adalah keponakan Pak Sahid. Tapi bukan keponakan cer. Siti anaknya mindoan Pak Sahid dari keluarga kurang mampu,” kata Win.
Di sisi lain, Pak Sahid memiliki seorang putra tunggal lelaki. Namanya, seperti disebutkan di atas, Rio. Masalahnya, hingga usianya menginjak 25 tahun Rio tidak berniat menikah.
Ada-ada saja alasannya apabila ditanya mengapa tidak punya pacar dan lantas menikah. Mulanya Rio mengaku belum menemukan perempuan yang cocok dengannya.
Sahid dan istrinya mencoba mengerti dan bersabar. Tentu saja sambil berharap anaknya tersebut segera menemukan pasangan yang serasi. “Tapi hingga masuk usia kepala tiga, Rio masih juga jomblo,” kata Win.
Didorong dengan berbagai cara agar Rio sesegera mungkin menikah, pemuda tersebut bersikukuh dengan sikapnya: belum mau menikah sebelum menemukan perempuan yang cocok. Rio juga beralasan masih ingin membahagiakan orang tua. (jos, bersambung)
Tags :
Kategori :