Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Pengepungan (8)

Senin 25-04-2022,06:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Toh Kuning tidak memberi tanggapan atas ucapan Gubah Baleman. Mereka berdua duduk berhadapan di bilik khusus Ki Rangga Gubah Baleman. Kegelisahan merambat dan merasuk makin jauh ke dalam hati Toh Kuning. Ia sulit memahami betapa Ken Arok telah membunuh Tunggul Ametung tetapi tidak ada sikap keras dari Kediri untuk memberi peringatan pada Tumapel! Sikap duduk Toh Kuning dapat dimengerti oleh Ki Gubah Baleman, kemudian ucapnya, ”Katakan apa yang  menjadikanmu gelisah!” Toh Kuning mengalihkan tatap matanya keluar jendela. Ia kemudian menyandarkan punggung lalu berkata, ”Diamnya Sri Baginda atas kematian Tunggul Ametung adalah persoalan yang mengganjal dalam hati saya, Ki Rangga.” Gubah Baleman memandangnya penuh perhatian. Ia telah menganggap Toh Kuning seperti anak sendiri dan ia menghargai usaha keras Toh Kuning dalam meraih kepercayaan dari seluruh anggota pasukan khusus. Kegigihan Toh Kuning dalam mempertahankan pendapat dan kecakapannya dalam siasat perang memberi nilai lebih dalam pandangan Gubah Baleman. Oleh karena itu, Gubah Baleman tidak ingin Toh Kuning kehilangan arah maka ia pun menyediakan waktu agar dapat berbicara tanpa ada gangguan dengan lelaki muda berkepandaian tinggi itu. “Kau dapat berkata terus terang padaku, Ngger,”pinta Gubah Baleman. Toh Kuning menganggukkan kepala lalu katanya, ”Sri Baginda tidak seharusnya membiarkan kematian Tunggul Ametung berlalu begitu saja tanpa ada penyelesaian. Setidaknya Sri Baginda dapat memaksa Ken Arok menyatakan penyesalan. Namun aku tidak mendengar adanya usaha dari Sri Baginda.” Dengan dada berdebar karena khawatir terjadi salah paham, lantas Toh Kuning melanjutkan, ”Sri Baginda dapat menugaskan Ki Rangga untuk memberi teguran pada Ken Arok, maksud saya, Sri Baginda tidak perlu menghentikan upaya penyelidikan dan penegakkan hukum atas perbuatan akuwu yang sekarang.” Kehangatan yang dibangun Gubah Baleman di dalam barak menjadikan Toh Kuning merasa nyaman sehingga dalam hati ia menempatkan pimpinannya itu seperti ayahnya. Senyum Gubah Baleman sedikit menjadi penawar kegelisahan Toh Kuning, lalu katanya, ”Sri Baginda mempunyai alasan kuat dengan pembiaran itu, Ngger.” “Ya, saya dapat menduganya,” sahut Toh Kuning, ”Ki Rangga, kecakapan Ken Arok dalam menempatkan orang-orang kepercayaannya dalam lingkungan istana Tumapel tentu menjadi pertahanan yang kuat baginya. Tidak ada perwira atau pejabat yang berani menuntut supaya keadilan ditegakkan. Itu memberi saya pengertian bahwa Ken Arok telah memilih orang yang tepat untuk kedudukan yang tepat. Ia telah merancang gerakan ini sejak lama setelah melewati pengamatan yang cermat tentunya.” “Kau telah mengerti akar masalah yang dihadapi Sri Baginda,” kata Gubah Baleman. ”Ada pertimbangan Sri Baginda apabila ia memaksakan diri untuk memberi peringatan pada Tumapel. Pertimbangan yang tentu saja memperhatikan keselamatan banyak orang. Para petugas sandi telah melaporkan kesiapan Tumapel yang akan menyerang setiap utusan Kediri yang menyampaikan teguran. Dan akibatnya adalah akan terjadi perang dan orang yang tidak mempunyai hubungan dengan urusan ini akan menjadi korban.” “Ada sikap yang bersifat tidak menetap dalam keputusan itu, Ki Rangga.” Toh Kuning memandang atasannya dengan sungguh-sungguh. Ki Rangga Gubah Baleman melirik pada pintu biliknya yang terkuci dari dalam. Ia menganggukkan kepala. Selanjutnya Toh Kuning berkata, ”Sri Baginda telah memaksa banyak orang di perguruan untuk mengikuti kemauannya agar semua orang berpegang pada satu pohon yang besar. Sedangkan di bagian lain, Sri Baginda tahu bahwa orang-orang Tumapel berada di bawah pohon yang berbeda. Kita sering menyaksikan Sri Baginda memberi perintah pada prajurit Kediri untuk mengarahkan banyak orang pada pohon tersebut. Sesekali kita mendengar adanya tindakan keras dan kasar yang dilakukan oleh sebagian prajurit untuk menjalankan perintah itu.”  (bersambung)      

Tags :
Kategori :

Terkait