Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Pengepungan (6)

Minggu 24-04-2022,09:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Para tawanan itu merasakan kengerian dalam hatinya. Mereka akan menerima hukuman yang lebih mengerikan daripada hukuman mati. Meskipun mereka tetap hidup namun bekerja untuk membuat bendungan dan tanggul adalah siksaan abadi. Mereka telah menyaksikan sendiri keadaan di tempat-tempat itu. Rasa lapar dan haus, kepanasan dan kedinginan serta pukulan-pukulan para prajurit yang mereka benci akan menjadi teman sepanjang hari. “Kau takut menghukum kami dengan kematian, Akuwu,” kata seorang tawanan. “Diam!” bentak Tunggul Ametung. Kemudian ia berkata, ”Kalian adalah hadiah terbaik dan bukti terbaik untuk menjadi contoh bagi mereka yang menentangku.” Seorang prajurit kemudian minta izin untuk melaporkan perkembangan yang digapai pasukan khusus. Ia berkata pelan dan nyaris tidak dapat didengar oleh orang lain. Tunggul Ametung manggut-manggut dan sekali-kali terlihat senyum di bibirnya. Sebentar kemudian prajurit itu meninggalkan akuwu setelah selesai memberi laporan. Yang terjadi adalah Tunggul Ametung telah mengutus seorang prajurit untuk mengamati penyergapan yang dilakukan oleh Toh Kuning dan pasukannya. Prajurit itu tiba di dekat pasukan khusus ketika pertempuran masih berlangsung. Ia juga menyaksikan saat terakhir Ki Arumpaka dikalahkan oleh Toh Kuning. Setelah ia memastikan pasukan khusus tidak dalam bahaya, secepatnya ia kembali ke Tumapel dan melaporkannya pada Tunggul Ametung. Kabar keberhasilan Toh Kuning dan pasukannya segera diumumkan oleh Tunggul Ametung sesaat setelah ia menerima laporan. “Toh Kuning benar-benar cerdas dan hebat,” lantang Tunggul Ametung berkata, ”ia dan pasukannya tidak banyak membunuh pengikut Ki Arumpaka. Dengan begitu aku akan mendapatkan penilaian baik dari Sri Baginda. Selain dapat meringkus kawanan pembunuh para prajurit, aku juga memberinya tenaga baru untuk pekerjaan besar yang telah berjalan.” Maka kemudian Akuwu Tunggul Ametung menerangkan yang harus dilakukan para prajurit terhadap tawanan. Kemudian ia meninggalkan mereka dan berpindah tempat menuju halaman depan menyambut kedatangan Toh Kuning dan pasukannya. Sementara itu Ken Arok semakin kagum pada sahabat baiknya itu. “Aku telah menjajal ilmu Ki Arumpaka dan ia mempunyai kepandaian yang sulit aku capai. Tetapi Toh Kuning dapat mengalahkannya,“ gumam lirih Ken Arok yang berdiri di ujung halaman menyaksikan pawai pasukan Toh Kuning. Selanjutnya yang terjadi adalah rasa gembira memenuhi Tumapel. Para prajurit menyambut pasukan khusus dengan berdiri di tepi jalan yang akan dilalui Toh Kuning dan pasukannya. Para prajurit Tumapel tiada henti bersorak dan bernyanyi gembira merayakan kemenangan itu. Mereka seolah melepaskan beban berat di pundak mereka semenjak peristiwa Bukit Katu. Tunggul Ametung segera memerintahkan pesta dengan persiapan yang sangat mendadak pada saat fajar akan membawa hari baru. Sekalipun perayaan itu berlangsung singkat, namun kesan mendalam telah didapat oleh pasukan khusus. Mereka merasa telah dapat diterima oleh prajurit Tumapel yang selama ini selalu menjauhi mereka dengan alasan yang tidak masuk akal. Toh Kuning yang berusaha menjaga dirinya untuk tidak larut dalam perayaan mendapat ucapan selamat dari para perwira Tumapel dan Akuwu Tunggul Ametung. Ia menghampiri Ken Arok yang dilihatnya berada di dekat meja yang terletak di dekat gerbang halaman istana. “Kau tidak bersama mereka?” bertanya Toh Kuning sambil menunjuk kerumunan orang yang menyaksikan sebuah permainan api. “Aku ingin bicara denganmu,” jawab Ken Arok dengan kepala menggeleng. Mereka berdiri berdampingan sambil menghadap arah yang sama. “Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Ken Arok. “Sudah tentu aku akan melaporkan penyergapan itu pada Ki Rangga Gubah Baleman. Lalu aku akan kembali menjalani kehidupan sebagai prajurit seperti biasanya.” Toh Kuning melirik pada Ken Arok. “Aku belum menarik tawaranku sebelumnya,” kata Ken Arok. Toh Kuning mengangguk. “Aku mengerti,” sahut Toh Kuning. Ia menghadap pada Ken Arok dan bertanya, ”Apakah kau akan menetap di lingkungan istana?” “Rencana itu telah matang dan menunggu waktu serta alasan yang kuat untuk melaksanakan. Sikap Tunggul Ametung yang memandang rendah setiap orang yang berbeda dengannya sangat mengganggu perasaan banyak orang di Tumapel. Adalah keuntungan bagimu karena ia telah menerimamu sebagai orang kepercayaan,” Ken Arok menarik napas panjang. (bersambung)      

Tags :
Kategori :

Terkait