Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Suswati benar-benar terlena. Dilupakan kenikmatan yang mencandu. Dialihkan fokus hidupnya ke keindahan semu. Diajak masuk suwarga di balik kobaran nyala api.
“Aku benar-benar terlena. Eli dan komunitasnya mampu membawaku masuk jauh ke dalam dunia mereka,” tutur Wati kepada Solikin, yang baru menyadari kesalahannya setelah mendapat teguran keras Jono.
Suami Wati mengetahui sepak terjang istrinya tersebut dari sahabat temannya yang menjadi gigolo. Pemuda itu pernah dimenangkan Eli dalam suatu arisan gigolo dan dihadiahkan kepada Wati.
“Beruntung Jono amat mencintai istrinya. Bila tidak, perempuan itu pasti langsung diceraikan. Dia masih pikir-pikir, termasuk minta pendapatku sebagai penasihat hukumnya. Setelah kuberi nasihat, dia malah memintaku berbicara kepada Wati,” kata Solikin.
Tidak hanya menegur, Jono lantas mengancam menceraikan Wati bila tidak segera meninggalkan Eli cs. Ketakutan Wati dipecat dari pekerjaan karena tidak bisa mempertahankan simpanan dana Eli sirna seketika.
Wati yang sejatinya berasal dari keluarga priyayi ini mulai menyesal. Kebanggaan didaulat menjadi prince dalam komunitas Eli berubah menjadi perasaan jijik kepada diri sendiri.
Untuk menyadarkan istrinya, Jono juga mengajak Wati menemui seorang ustaz yang juga mengasuh rubrik di sebuah radio FM. Ustaz tersebut, sebut saja Azis, hanya membacakan satu ayat Alquran kepada Wati, QS Al-A’raaf ayat 80, “Wa lụṭan iż qāla liqaumihī a ta`tụnal-fāḥisyata mā sabaqakum bihā min aḥadim minal-'ālamīn.”
Ustaz Azis berhenti sejenak dan menunggu reaksi Wati. “Njenengan tahu artinya?”
Wanita yang belum dikaruniai momongan ini hanya diam. Wajahnya menunduk, matanya menatap lantai masjid.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu melakukan faahisyah (homoseksual untuk lelaki dan lesbi untuk perempuan, red) yang belum pernah dilakukan seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)’?”
Wati semakin tenggelam dalam tunduknya. “Tahu azab yang lantas ditimpakan Allah kepada kaum Nabi Luth? Gempa yang menyebabkan semburan lava dan gas metana. Bencana itu belum berakhir sampai Kota Sodom diterjunkan bersama penduduknya ke kedalaman Laut Mati.”
Ada rona kengerian di wajah Wati. “Aku yakin Jeng Wati tidak ingin turut menjadi penyebab turunnya azab bagi masyarakat kita. Ingat, Surabaya dikenal sebagai kota agamis yang jauh dari azab Allah. Kita harus mempertahankannya,” tutur Ustaz Azis.
Wati akhirnya benar-benar mengundurkan diri dari pergaulan dengan komunitas Eli cs. Akibatnya bisa ditebak: Wati dijauhi. Tidak hanya menarik sebagian dananya dari bank tempat Wati bekerja, Eli malah menarik seluruh dananya tanpa tersisa sepeser pun.
Bagai kecelakaan karambol, tidak lama kemudian Wati diberhentikan dari bank tempat kerjanya. Tanpa alasan, selain kinerjanya dianggap menurun drastis. Itu saja.
Menurut Solikin, kini pasangan suami-istri Jono dan Wati pulang ke desa kelahiran Jono di pelosok Mojokerto. Tepatnya di daerah Trawas. Keduanya tidak lagi bekerja ikut orang, melainkan berwiraswasta.
Jono beternak mentok dan bebek serta menggarap ladang. Sedangkan Wati, membuka minimarket syariah untuk menyaingi minimarket yang dikelola raksasa bisnis dan sudah banyak membunuh warung-warung pracangan kecil milik rakyat. (habis)