Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (5)

Rabu 06-04-2022,09:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Meskipun jumlah prajurit Kediri lebih sedikit daripada lawannya, tetapi mereka adalah orang-orang yang setiap hari selalu berlatih perang dengan berbagai siasat dan susunan gelar. Dengan begitu, sekalipun kawanan penyamun mampu bertempur berpasangan namun prajurit Kediri dapat mengimbanginya dengan gelar perang yang terus menerus berubah sesuai perintah pimpinan mereka. Perkelahian semakin sengit. Orang-orang yang berada di dalam lingkaran maut mulai bersimbah darah, meski belum ada yang tumbang. Setiap orang mempunyai tujuan yang berbeda walaupun mereka terikat pada satu kelompok yang sama. Ada prajurit yang bertempur mati-matian untuk kenaikan pangkat dan nama baik, ada pula yang berkelahi karena ingin mempertahankan hidup, ada pula yang mengangkat senjatanya demi keamanan bersama. Begitu pula yang terjadi di dalam kelompok Ki Ranu Welang. Meskipun mereka semua adalah orang-orang yang seringkali berbuat jahat, namun tindakan mereka juga diawali dengan tujuan yang berbeda. Di antara mereka, ada yang berbuat jahat karena menginginkan kemuliaan. Ia mengukur keberhasilan berdasarkan hasil yang diperoleh. Ada juga yang berbuat jahat karena ia tidak memiliki keterampilan lain selain merampas dan membunuh. Maka, dengan demikian, perkelahian orang-orang itu mempunyai tujuan akhir yang berbeda satu sama lain. Mereka berhadapan untuk saling mengalahkan. Memperjuangkan kepentingan masing-masing dan keyakinan yang mereka sebagai kebenaran tertinggi Sementara itu, Toh Kuning berkelahi menghadapi lurah prajurit dengan perasaan gamang. Pada dasarnya ia telah yakin dan percaya jika para prajurit itu bukanlah musuh sebenarnya, selain itu Toh Kuning juga tidak ingin membunuh walau terpaksa. Tetapi kenyataan yang ia hadapi pada malam itu membuatnya harus segera mengambil keputusan berat. “Oh, andai saja perkelahian ini dapat dihindari,” keluh Toh Kuning dalam hatinya. Kegamangan yang melanda hati Toh Kuning membuatnya lengah hingga pada satu kesempatan ia harus berkelahi dengan lambung yang tergores pedang. “Mengapa kau menjadi ragu-ragu?” lurah prajurit itu bertanya. “Kalian bukanlah orang-orang yang pantas untuk dibunuh!” Toh Kuning menjatuhkan tubuhnya dan bergulingan menjauh dari kejaran pedang lurah prajurit. “Dasar kalian! Cupat pikiran!” Umpatan Toh Kuning ditujukan pada pengikut Ki Ranu Welang. Ia benar-benar geram pada mereka. “Sudahlah. Keluarkanlah senjatamu atau kau akan ditinggalkan sebagai mayat tidak dikenal di hutan ini.”  Lurah prajurit menutup bibirnya dan mencecar Toh Kuning dengan ujung pedang yang seolah berjumlah belasan. Satu rangkaian gerak yang sangat cepat dan benar-benar merepotkan saudara seperguruan Ken Arok ini. Menyadari keadaannya yang kian terdesak, Toh Kuning menambah kecepatan selapis demi selapis mengimbangi lurah prajurit yang semakin kuat dan cepat. Namun dalam waktu yang sama, lurah prajurit ini semakin dekat membawa kematian bagi Toh Kuning. Tubuh lurah prajurit telah terbungkus rapat oleh gulungan pedang. Ia harus secepatnya mengakhiri perlawanan Toh Kuning yang sekali-kali melancarkan serangan balasan. Lurah prajurit beberapa kali melirik kawan-kawannya dan ia gelisah karena pengikut Ki Ranu Welang secara meyakinkan mampu menguasai keadaan. Meskipun prajurit Kediri cukup lincah dan cekatan dalam menempatkan diri untuk bertempur berpasangan namun tekanan demi tekanan terus menerus dilakukan pengikut Ki Ranu Welang. Sehingga sedikit demi sedikit pertahanan prajurit Kediri menjadi mengendur dan terbuka, berulang kali lurah prajurit meneriakkan perintah untuk mengubah cara bertempur namun lawannya selalu dapat mengurung mereka. Pertempuran itu telah kehilangan keseimbangan, dentang senjata beradu mulai melemah seiring dengan tumbangnya prajurit Kediri  satu demi satu. “Aku kira tidak boleh ada satu orang prajurit pun yang terlihat hidup,” lirih Toh Kuning berkata. Ia mengubah keputusan dan harus membunuh perasaannya sendiri. Jika pada pertemuan awal, Toh Kuning merasa berat dengan adanya kematian, tetapi kini ia melihat sebuah balasan yang tersembunyi. Satu kematian prajurit Kediri akan menjadi sebab turunnya sebagian besar pengawal keamanan ke setiap jengkal wilayah kerajaan. Dan itu berarti membuat sempit ruang geraknya. Leher Toh Kuning akan menjadi hadiah besar! Kemudian ia berkata lantang, ”Bunuh semua prajurit Kediri!” Perintah Toh Kuning membuat pengikut Ki Ranu Welang lebih ganas mengayunkan senjata. Setiap prajurit yang roboh pasti akan diikuti oleh seruan kemenangan. Hasrat yang sangat besar untuk dapat keluar dari himpitan perasaan seolah terpuaskan ketika mereka mampu mengakhiri hidup lawan-lawannya. Beberapa di antara mereka bahkan melakukan perbuatan di luar batas kemanusiaan. Tubuh-tubuh prajurit yang sudah tidak bernyawa pun masih belum lepas dari goresan ujung senjata mereka.  Benar-benar kekejaman yang jauh di luar batas kewajaran!  (bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait