Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Jalur Banengan (5)

Senin 04-04-2022,12:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Mahesa Wunelang adalah sebuah nama yang ditakuti oleh para penjahat yang tersebar di lereng-lereng Gunung Kelud, Penanggungan dan Arjuna hingga sepanjang Kali Brantas. Setiap pemimpin penyamun akan berpikir ulang jika mengetahui kehadiran Mahesa Wunelang dan pasukannya berada di sekitar mereka. Dan memang seperti yang dikatakan oleh Ki Selaksa Geni, maka berita mengenai peristiwa itu telah tiba di kotaraja tidak lama kemudian. “Gubah Baleman! Dua pekan berlalu tanpa kemajuan yang dapat kau laporkan padaku,” berkata Sri Baginda Kertajaya pada suatu ketika. “Baginda, kami kesulitan untuk mengungkap orang-orang yang berada di balik gangguan-gangguan yang sering terjadi di lereng Arjuna. Mereka sama sekali tidak berbuat jahat, bahkan mereka pun tidak membahayakan nyawa para pedagang atau orang lainnya,” berkata Gubah Baleman, seorang perwira yang berperawakan tinggi dan bentuk tubuh yang menggambarkan kehebatan ilmunya. “Lalu bagaimana penjelasanmu tentang gardu-gardu jaga yang berisi prajurit yang terikat kaki tangannya? Seharusnya kekuatan yang kau miliki serta jumlah prajurit yang berada di bawah perintahmu tidak dapat dikalahkan begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini,” Sri Baginda Kertajaya berkata dengan nada tinggi dan agaknya ia masih menahan kegusaran dalam hatinya. Ia menambahkan,”Bahkan aku telah mengirim prajurit sandi untuk mengamati secara khusus setiap jengkal wilayah itu, hingga akhirnya aku mendapatkan laporan jika perbuatan itu hanya dilakukan oleh dua orang yang agaknya masih muda. Kau telah mempunyai berita itu atau kau telah berada di belakangku?” Gubah Baleman mendengus marah. Ia merenung sejenak untuk menyusun jawaban, lalu ia berkata,”Saya telah mengetahui keberadaan mereka sejak lama, Baginda. Sepertinya mereka berdua telah mengamati kegiatan-kegiatan dan waktu yang telah ditetapkan untuk dilakukan perondaan. Karena itulah mereka akhirnya dapat memanfaatkan setiap ruang dan waktu saat pergantian petugas ronda.” “Aku dengarkan,” Sri Baginda Kertajaya berkata dengan suara lebih rendah. “Saya yakin jika mereka adalah anak muda yang mempunyai kelebihan dalam menggunakan nalar. Yang menjadi pertanyaan adalah mereka tidak pernah membawa kerugian harta benda bagi para pedagang atau rombongan-rombongan yang lain.” Gubah Baleman menggelengkan kepala karena masih belum mengerti alasan kedua anak muda yang sering mengusik ketenangan di jalur Arjuna. “Apakah kau telah mendatangi beberapa perguruan yang berada di daerah itu?” Mahesa Wunelang bertanya dengan pandang mata yang sangat tajam. “Saya belum merasa perlu untuk mendatangi setiap perguruan, Ki Panji,” Gubah Baleman menjawabnya dengan wajah tertunduk. Ia seperti berada dalam keadaan tersudut dalam pertemuan pada siang itu. “Kau telah meremehkan kemampuan mereka, Ki Lurah,” Ki Panji Mahesa Wunelang berdiri dan berkata tajam,”Orang dengan kedudukan sebagai rangga sudah pasti mempunyai ilmu beberapa tingkat diatasmu. Dan Ki Rangga Kertapati dapat dengan mudah mereka sekap dan aku temukan dia dalam keadaan terikat di sebuah gardu jaga. Apakah kau tidak mengetahui berita itu?” Baca juga : Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (1) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (2) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (3) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (4) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (5) Gubah Baleman berdiam diri cukup lama untuk menjawab pertanyaan Mahesa Wunelang. Namun pada saat itu telah terpikir olehnya rencana yang lebih dalam dan sedikit keluar dari tatanan dasar keamanan Kediri. Ia menarik napas dalam-dalam lalu berkata dengan tegas,”Baginda, menjamin dan menjaga keamanan di lereng Arjuna adalah tanggung jawabku. Oleh karena itu saya mohon agar Baginda berkenan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki keadaan yang telah menjadi buruk.” Sri Baginda Kertajaya menganggukkan kepala, berpaling pada Mahesa Wunelang sambil mengangkat tangannya lalu berkata,”Ki Panji, secara keseluruhan pengamanan wilayah Kediri berada dalam pengawasanmu. Maka aku perintahkan padamu untuk secara khusus melimpahkan Jalur Banengan pada Ki Lurah Gubah Baleman. Pelimpahan itu juga mempunyai tujuan lain.” Mahesa Wunelang menundukkan wajah kemudian menyatakan tunduk pada sabda raja. Semenjak Gubah Baleman menjalankan perintah raja secara khusus, maka para prajurit Kediri kemudian meningkatkan kegiatan ronda di sepanjang Jalur Banengan. Tidak jarang mereka menyisir padepokan yang tersebar di lereng Arjuna dan Kelud. Tetapi Toh Kuning dan Ken Arok selalu dapat mengambil kesempatan untuk menebar rasa takut pada pedagang yang akan melintas Jalur Banengan. Usaha mereka sedikit demi sedikit mulai membuahkan hasil dan sebagian kecil pedagang mulai beralih melintasi Alas Kawitan. Maka demikianlah ketika Ken Arok setuju dengan ajakan Toh Kuning, mereka berjalan keluar dari padepokan dan terus menyusuri bulak-bulak panjang. Kadang-kadang mereka berlari kecil di atas pematang sawah. Mereka telah sepakat untuk tiba di rumah Ki Ranu Welang sebelum hari menjadi gelap. Hingga kemudian mereka tiba di daerah yang hijau dan berudara sejuk. Rindang dedaunan menghalangi sinar matahari sore yang berusaha mencapai daun-daun kering yang terserak di atas tanah. Arak-arakan mendung melayang pelan sehingga dua murid Begawan Purna Bidaran mendapat keteduhan sesaat kala melintasi bulak pendek sebelum mencapai pekarangan rumah Ki Ranu Welang. Mereka mempercepat langkah kaki tatkala dinding halaman rumah Ki Ranu Welang yang tersusun dari batu setinggi lutut telah terlihat jelas. Tampak seorang lelaki berdiri bertolak pinggang sedang menghadap kearah mereka datang. “Ki Ranu Welang,” sapa Ken Arok. Ki Ranu Welang menganggukkan kepala. Katanya,”Aku harap kau membawa berita baik. Sungguh membosankan setelah mengurung diri semenjak prajurit Kediri meningkatkan kegiatan.” Setelah mereka bertiga duduk di ruang depan, Ken Arok kemudian berkata,”Wajah kita belum dikenal oleh para prajurit. Jadi aku pikir keputusan Anda sebenarnya tidak mempunyai alasan kuat dengan tetap berada di pedukuhan sunyi seperti ini.” Tanpa bersuara, Ki Ranu Welang menoleh ke arah Ken Arok. “Kalian belum mengenal Mahesa Wunelang,” ucap Ki Ranu Welang. Ia berkata lagi,”Meskipun prajurit tidak mengenali wajah dan bentuk tubuhku, namun Mahesa Wunelang telah mengerti kebiasaanku. Ia telah menjadi prajurit tangguh dan mempunyai pikiran tajam untuk mencari jejak orang-orang yang mampu melepaskan diri. Ia akan banyak bertanya dan akan berbicara pada setiap orang yang ia jumpai, dan akhirnya ia akan membakar semua perguruan yang ada di Kediri. Dan aku belum mampu menghadapi Mahesa Wunelang. Aku mempunyai anak yang masih kecil sedang dalam bimbingan sebuah padepokan. Itulah alasanku bersembunyi dan mengamati suasana hingga mengendap karena Mahesa Wunelang tidak akan berhenti memburuku.” (bersambung ke bab selanjutnya - Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! )

Tags :
Kategori :

Terkait