Perjalanan Cinta Duka Sepasang Mahasiswa (1)

Jumat 01-04-2022,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Pacaran Diam-Diam tanpa Sepengetahuan Ortu

Bandi (bukan nama sebenarnya) tersentak. Kekasihnya, sebut saja Dina minta sesuatu yang tidak wajar. “Hamili aku. Sekarang,” katanya. Kalimat tersebut diungkapkan Bandi kepada Memorandum, beberapa waktu lalu. Menurut Bandi, Dina mengucapkan itu setahun lalu, dan melanjutkan, “Mulai besok kita tidak akan bertemu lagi.” Tentu saja Bandi saat itu sangat kaget. Kini semua tinggal kenangan. Kenangan abadi yang tidak mungkin tersambung. Sebab, Dina telah hilang entah ke mana. Dina sudah memilih jalannyaa sendiri. Jalan yang tidak pernah dimengerti dan ditebak Bandi. “Andai saat itu aku menuruti permintaannya, mungkin Dina masih bersamaku,” kata Bandi saat mengantar omnya mengurus perceraian di Pengadilan Agama, Jalan Ketintang Madya. Bandi mengaku pacaran vs Dina sejak bertemu pada pandangan pertama, empat tahun lalu. Waktu itu mereka sama-sama tercatat sebagai maba. “Kami sembunyi-sembunyi karena Dina dilarang pacaran oleh orang tuanya,” kata Bandi. Keyakinan Bandi waktu itu, Dina dilarang pacaran karena masih kuliah. Masih menuntut ilmu.  Demikian pula perkiraan Dina, karena dia memang tidak pernah mendapat penjelasan orang tuanya mengapa tidak boleh pacaran. “Akhirnya kami sepakat pacaran diam-diam. Artinya tanpa sepengetahuan orang tua Dina. Kalau keluargaku sih welcome. Papa dan Mama this oke-oke saja. Mama malah mengaku sudah cocok dengan Dina. Mereka sama-sama hobi masak dan musik,” cerita Bandi. Orang tua Bandi bahkan selalu melibatkan Dina dalam acara-acara keluarga. Termasuk saat mereka berwisata ke Bali, ke Hongkong, Macau, dan Shenzhen. “Dengan catatan, kami tidak boleh tidur bersama dan kebablasan,” tutur Bandi. Hubungan Bandi vs Dina berjalan lancar-lancar saja. Bandi yang ganteng dan idola para mahasiswi tidak pernah berpaling ke lain hati. Padahal, banyak yang berebut mendekati ketua BEM tersebut. Dina tidak kalah godaan. Terutama oleh dosen muda dan dosen mata keranjang. Dia bahkan pernah dilecehkan secara fisik. Waktu itu sang dosen memanggil Dina untuk memaparkan pandangannya terhadap suatu persoalan. Dina pun maju dan membedah persoalan. Jelas dan gamblang. Disertai data dan sketsa. Tangannya corat-coret di papan tulis. Saat itulah si dosen mendekati Dina. Dia pura-pura membenahi sketsa yang digambarkan Dina. Tangannya mondar-mandir di depan Dina yang masih menghadap papan tulis.  Dan… mak-grenjel… lengan si dosen menyenggol bagian sensitif dada gadis tersebut. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Kalau hanya sekali, mungkin itu bisa dikatakan sebagai ketidaksengajaan. Tapi, ini terjadi berulang-ulang, bahkan kentara sekali lengan sang dosen sengaja mengejar-ngejar sasaran. “Sampai-sampai Dina meludahi lengan dosen itu,” imbuh Bandi. (jos, bersambung)    
Tags :
Kategori :

Terkait