Sekwan: Sebelum Ada SK Pemberhentian dari Gubernur Masih Digaji

Rabu 02-10-2019,08:02 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

SURABAYA - Sejak dilantik menjadi anggota DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024, Ratih Retnowati yang ditetapkan tersangka kasus korupsi dana hibah jaring aspirasi masyarakat (jasmas) 2016 oleh Kejari Tanjung Perak, dipastikan tidak bisa aktif menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Bahkan, pada pengumuman alat kelengkapan dewan (AKD) yang diparipurnakan, Selasa (1/10), legislator perempuan dari Partai Demokrat ini mendapat jatah sebagai anggota komisi B. Tidak aktifnya Ratih apakah akan mengganggu kinerja komisi yang membidangi perekonomian dan keuangan? Hj Luthfiyah, yang rencananya menjabat  ketua komisi B DPRD Surabaya membenarkan Ratih Retnowati mendapat porsi di komisi B setelah diumumkan pada rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono. Meski tercatat sebagai anggota komisi B, namun Ratih dipastikan tidak bisa aktif dalam waktu yang tidak bisa ditentukan karena masih menjalani proses hukum di Kejari Tanjung Perak. Akankah kinerja komisi B akan terganggu? Luthfiyah enggan berkomentar banyak. Politisi senior Partai Gerindra ini berdalih karena kerja anggota dewan baru akan normal setelah alat kelengkapan dewan  diparipurnakan. "Waduh... mas. Enggak enak komentar. Ke fraksi Demokrat saja. Kan kita juga masih belum bekerja karena masih baru ditetapkan AKD. Saya harus jawab gimana? Kita belum kerja apa-apa. Maaf ya," singkat Luthfiyah ketika ditemui Memorandum di ruang Komisi B, Selasa (1/10). Sementara menanggapi hal tersebut, Analis Politik Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam  menegaskan partai Demokrat harus progresif memberi sanksi jika kadernya terbukti terlibat tindak pidana korupsi. Pilihan tersebut, yaitu mundur atau dimundurkan. "Saya pikir itu progresif menunjukkan semangat partai untuk mengambil tanggung jawab terhadap kader. Persoalannya apakah Demokrat mau progresif seperti itu? Jika Partai Demokrat bisa progresif, itu akan memberi citra yang positif untuk Partai Demokrat," papar alumni FISIP Universitas Airlangga (Unair) ini. Termasuk, kata politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini lebih cepat mengambil inisiatif untuk memberi rekom kepada kader yang ditugaskan menjadi pimpinan di DPRD dari Partai Demokrat yang diajukan dan tidak terlibat dalam kasus hukum."Dengan demikian tidak akan mengganggu dan menyandera proses yang melibatkan pihak lain yang akan justru membuat citra Partai Demokrat bergerak tidak baik,"tegas Surokim. Soal PAW, kata Surokim itu memang harus menunggu inkrah. Namun, agar proses yang lain berjalan normal maka Demokrat harus bisa progresif mengambil langkah-langkah elegan. "Karena, ini menyangkut hubungan dengan partai lain dan juga kepentingan dewan," ujar dia. Sementara informasi yang dihimpun, meski Ratih yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya ini tak bisa aktif menjalankan tugas kedewanan. Namun, dia masih digaji sebagai anggota DPRD Surabaya. Hal ini disampaikan Sekretaris DPRD Surabaya Hadi Siswanto. Menurut dia, meski status hukum tersangka, Ratih masih bisa menerima gaji sebagai anggota dewan selama statusnya tercatat sebagai anggota DPRD Surabaya."Masih tetap menerima gaji,"kata Hadi Siswanto Ratih ditetapkan tersangka oleh Kejari Tanjung Perak bersama tersangka lain, yakni  Dini Rinjati, Binti Rochmah,  dan Saiful Aidy. Sebelumnya, Sugito dan Darmawan. Meski begitu Ratih yang berstatus tersangka masih menerima hak keuangan berupa uang representatif yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan keluarga."Kan yang menentukan status, saya kira sepanjang beliau (Ratih, red) berstatus anggota DPRD ya masih tetap diberikan hak-haknya,"tegas dia. Lebih lanjut, dia mengungkapkan, gaji Ratih  tidak akan diberikan lagi setelah ada surat keputusan (SK) pemberhentian dari Gubernur Jatim. Namun selama itu belum ada keputusan, Ratih pun masih menerima hak-haknya menjadi anggota DPRD Surabaya. Mengenai beberapa skema pemberhentian DPRD dan penanganannya. Skema-skema itu di antaranya pemberhentian atas permintaan sendiri, atau karena pemberhentian tidak hormat."Sekarang bagaimana, yang mengangkat kan gubernur, makanya ada keputusan peresmian pengangkatan. Pemberhentian juga dari gubernur.Jadi semua kembali ke normatif," pungkas dia. (alf/be)

Tags :
Kategori :

Terkait