Cinta di Persimpangan (1)

Selasa 28-12-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Pemandu Wisata Travel Top

Chacha (bukan nama sebenarnya) merasakan hidupnya selalu berjalan mulus. Dari kecil hingga berumah tangga. Lancar-car-car-car. Ada sih kendala, yaitu di awal pernikahannya dengan suami, sebut saja Lutfi (juga bukan nama sebenarnya). Keluarga kecilnnya agak sengsara. Cuma agak. memang. Ada sedikit kesulitan ekonomi. Tapi, itu cuma berjalan dua tahun. Sangat singkat. Chacha lantas mengisahkan perjalanan rumah tangganya. “Aku dan Mas Lutfi berkenalan sejak duduk di bangku sekolah. Aku di SMA negeri, sedangkan dia di SMK swasta. Paham kan?” kata Chacha kepada pengacaranya, sebut saja Ikin, di area Pengadilan Agama (PA), Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Lokasi sekolah keduanya berdekatan sehingga mereka sering bertemu. Terutama sepulang sekolah. Kadang di dalam bus, namun yang sering di halte depan sekolah Chacha. Kisah kasih mereka tidak banyak diwarnai masalah. Tak ada gelombang besar. Hanya ada riak-riak kecil, kecemburuan ala remaja, itu pun biasanya tak bertahan lama. Chacha, yang mengaku masih ragu apakah benar-benar bakal menggugat cerai Lutfi atau tidak, menambahkan, “Aku sebenarnya malu untuk mengambil langkah ini. Sudah tua kok kakehan polah. Makanya aku mau konsultasi dulu.” Membingungkan, memang. Ketika sudah memutuskan hendak menggugat cerai suami, tiba-tiba di tengah jalan oleng dan ragu. Chacha bahkan mau surut. Kalau memang muncul masalah di antara mereka, mengapa tidak diambil jalan tengah saja? Toh sudah seperempat abad biduk rumah tangga mereka berlayar tanpa ada badai menghantam? “Rumah tangga kami memang sudah berjalan lebih dari 25 tahun,” akunya. Kepada Ikin, perempuan awet muda—tampak dari wajahnya yang amat minim kerutan—ini mengaku sepintas biduk rumah tangganya seolah melaju baik-baik saja. Chacha dan Lutfi dikaruniai dua anak, cewek dan cowok. Yang cewek sudah berumah tangga dan tinggal terpisah di Malang, bahkan sudah memiliki satu anak. Yang cowok sedang menyelesaikan skripsi di perguruan tinggi swasta ternama di Surabaya. “Lutfi bekerja di perkebunan sawit di luar Jawa,” kata Chacha. Tapi sebelum menikah, Lutfi bekerja sebagai guide di sebuah travel. Langganan perusahaan Lutfi beragam, mulai kalangan birokrasi hingga perusahaan swasta. Lutfi sering memandu karyawan-karyawan mereka berwisata. “Waktu itu, kalau untuk keperluan sendiri, penghasilan Mas Lutfi sudah cukup. Masalahnya Mas Lutfi harus membiayai pendidikan adik-adiknya. Demikian pula aku. Terpaksa Mas Lutfi nyambi  berbisnis online. Aku sendiri ikut membantu di bisnis online itu,” aku Chacha. Kehidupan mereka berubah drastis setelah Lutfi bekerja di perkebunan sawit. Sebab, selain mengurusi keuangan sawit, Lutfi juga dipercaya menangani dapur keuangan batubara pada perusahaan yang sama. “Mas Lutfi kan sudah biasa tidak pulang berhari-hari waktu di travel. Jadi, saat pindah kerja dan menjelaskan bahwa dia hanya diizinkan pulang ke Surabaya sebulan sekali, aku bisa menerima,” kata Chacha yang tinggal di kawasan Wiyung. (jos, bersambug)          
Tags :
Kategori :

Terkait