Legenda Bernama Memorandum

Rabu 10-11-2021,14:25 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Oleh: Ainur Rohim Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Memorandum adalah surat kabar paling berpengaruh di Jawa Timur. Tidak ada surat kabar yang namanya ‘tipis-tipis’ dipakai oleh sejumlah surat kabar lain yang terbit belakangan selain Memorandum. Dari sisi ini saja kita tahu, nama ‘Memorandum’ ini sangat marketable. Orang mudah mengingatnya dan menjadi top of mind publik bersama Jawa Pos. Selama puluhan tahun, Memorandum lekat dengan trade mark surat kabar kriminal terbesar di Jawa Timur. Sebagian besar isi surat kabar adalah berita-berita peristiwa dari dunia kejahatan mulai dari ibu-ibu rumah tangga yang ketahuan mengutil, perselingkuhan, sampai perampokan dan pembunuhan. Ia menjadi alternatif bagi surat kabar lain di Jawa Timur, seperti Jawa Pos dan Surabaya Post, yang lebih suka memberikan ruang lebih besar bagi berita-berita politik dan pemerintahan. Tata letak Memorandum yang menonjolkan visual yang sering berdarah-darah di halaman pertama juga menjadi daya tarik pembaca, terutama masyarakat menengah ke bawah. Saat kelas menengah ke atas menjadi medan tempur Jawa Pos dan Surabaya Post, Memorandum mengisi celah yang ditinggalkan dan dilupakan dalam pertempuran itu: kelas bawah. Tentu saja pilihan tersebut bukannya tanpa risiko. Dengan menyisir segmen pembaca kelas bawah selama puluhan tahun, Memorandum identik dengan koran masyarakat proletar. Perusahaan-perusahaan besar berduit dengan pangsa pasar kelas menengah atas tentu memilih tidak beriklan di sana. Segmen pembaca berlangganan pun jelas lebih tipis peluangnya. Pembaca kelas bawah tidak termasuk kualifikasi pembaca yang suka berlangganan. Mereka cenderung sporadis untuk urusan membeli koran dan lebih sering komunal dalam mengonsumi media massa (filosofi koran di warung kopi: asyiknya rame-rame). Namun Memorandum selama puluhan tahun membuktikan bahwa pilihan bisnis dan kebijakan redaksi demikian tak keliru walau butuh keberanian. Apalagi saat dipimpin H Agil H Ali, terobosan-terobosan dan inovasi marketing media massa seringkali dimunculkan. Salah satu keunikan Memorandum adalah militansi para loper tembak yang tak sekadar menawarkan koran, tapi juga menyasar konsumen dengan gaya promosi yang proaktif dan kadang provokoatif. Keberadaan para loper tembak ini mendukung kinerja redaksi yang selalu mencari berita-berita peristiwa terhangat dan mendahului media massa lain karena kuatnya jaringan wartawan dengan aparat kepolisian di lapangan. Kemampuan lobi dan kedekatan Pak Agil dengan elite politik dan pejabat birokrasi juga membuat Memorandum diperhitungkan dalam urusan berita-berita pemerintahan. Kebijakan redaksional Memorandum yang kritis namun tetap mengedepankan keberimbangan membuat pemerintah dalam beberapa hal juga mendengarkan apa yang disuarakan surat kabar ini. Memorandum kini memasuki usia 52 tahun. Setengah abad yang panjang untuk sebuah media massa cetak melewati perubahan zaman yang tak terduga dan susah diprediksi. Saat sebagian besar surat kabar harian atau mingguan berplatform cetak tumbang, Memorandum tetap merangsek dan berusaha bertahan. Ini tentu tak mudah karena dengan demikian Memorandum harus melakukan sejumlah penyesuaian, terutama di tengah zaman yang mengandalkan kecepatan persebaran informasi berbasis internet. Selayaknya dipahami, ada pergeseran nilai-nilai pada diri pembaca media massa hari ini. Pertama, level pendidikan warga semakin meningkat dibandingkan puluhan tahun sebelumnya. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada tahun 2000, rata-rata lama sekolah di Sidoarjo adalah 8,8 tahun dan 7,6 tahun di Gresik. Tahun 2020, rata-rata lama sekolah di Gresik menjadi 9,3 tahun dan di Sidoarjo 10,5 tahun. Dua kota ini adalah satelit Surabaya, kota yang menjadi pasar utama Memorandum. Meningkatnya level pendidikan membuat pembaca semakin kritis terhadap banyak hal, termasuk informasi dan pemberitaan ini. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait