Minta Izin Mundur dari Pekerjaan Malah Disuruh Menabung

Senin 26-08-2019,07:34 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Sudah sembilan bulan ini seorang perempuan cantik (terlihat dari fotonya) warga Benowo, sebut saja Kinanti (29), ditinggal kabur suaminya, sebut saja Baharmi. Sebuah Xenia dibawanya serta. Masih gres. Keluaran tahun lalu. Cerita tadi disampaikan pembaca Memorandum yang juga seorang ustaz, kakak sulung Kinanti. Namanya Azis. Nama asli-sli-sli. Warga Surabaya pindahan dari Gresik. Menurut Ustaz Azis, adiknya berkenalan dengan Baharmi sekitar dua tahun lalu. Diperkenalkan teman. Orangnya kalem, sopan, dan agamis. Baju takwa dan peci putih menjadi pakaian sehari-hari. Pembicaraannya selalu seputar agama. “Sebelum nikah, Anti (sapaan Kinanti, red) dan Bahar pernah ke rumah. Kenalan. Waktu itu kebetulan melewati waktu Ashar. Begitu terdengar azan, dia buru-buru izin ke masjid,” kata Azis melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu. Waktu itu Azis tidak bisa menemani Bahar karena kakinya yang patah tulang belum pulih pascaoperasi. Ketika ditanya tentang pekerjaan, Bahar mengaku memiliki saham dalam bisnis batubara di Kalimantan. Karena itulah dia bisa santai lantaran tidak harus turun langsung ke lapangan. “Gaya bicaranya meyakinkan. Terus terang, saya sampai larut dalam pembicaraan tersebut. Terpukau habis,” kata Azis. Kesan pertama itulah yang menyebabkan Azis mengizinkan keduanya menikah. Tak sampai sebulan setelah itu mereka duduk di kursi pelaminan. Azis sebagai kakak lelaki tertua menjadi wali nikah, karena ayah Anti sudah meninggal. Anti tidak memilili paman. Rumah tangga keduanya berjalan ayem tentrem. Seiring berjalannya waktu, Anti yang sejak kecil dididik ketat soal agama oleh almarhum ayahnya ingin lebih fokus mengurusi suami dan bakal anak-anaknya kelak. Untuk itu, Anti minta izin suaminya mundur dari pekerjaan sebagai kepala bagian keuangan di sebuah perusahaan swasta ternama. Tidak dinyana, ternyata Bahar tidak mengizinkan. Alasannya, dirinya tidak butuh perhatian lebih dari istri. Nanti saja, kalau sudah benar-benar positif hamil, Anti baru boleh mundur. Biarlah sekarang kumpul-kumpul dulu untuk tabungan setelah mereka memiliki momongan. “Anti menuruti saja pendapat suami,” kata Ustaz Azis. Menginjak enam bulau usia perkawinan, belum tampak ada tanda-tanda kehamilan. Anti mulai gelisah. Dia mulai berusaha mencari informasi tentang ini. Ke dokter, ke ahli pengobatan herbal, juga ke beberapa kiai dan ustaz. Semua menemui jalan buntu. Para kiai dan ustaz hanya meminta Anti bersabar dan berdoa. “Anti gelisah karena rata-rata saudara kami sudah dikarunai anak pada tahun pertama perkawinan. Semua. Saya sendiri sudah dikarunai empat anak setelah 12 tahun menikah,” kata Azis. Suatu saat berita buruk soal Bahar masuk ke telinga Azis. Kabar yang datangnya dari jemaah di Nganjuk itu—kebetulan waktu itu Bahar mengantar Ustaz Azis tausiah—itu menyebutkan Bahar adalah lelaki pengangguran yang menyandarkan hidupnya dari satu wanita kaya ke wanita kaya lain. Seorang playboy kacangan. Kata jemaah tadi,  saudara sepupunya pernah menjadi korban Bahar. Namanya sebut saja Bunga. Ada satu lagi yang diketahui jemaah tersebut. Azis tidak percaya begitu saja. Dia mencari informasi lagi soal Bahar kepada banyak pihak. Terutama yang mengaku sudah lama mengenal sosok lelaki itu. Ternyata tidak ada satu pun yang tahu mamastikan siapa Bahar. Apa pekerjaanya. Dll. Dsb. Dst. (bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait