Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Dalam waktu singkat mereka terlibat pembicaraan akrab. Saat itulah Miko mulai membuka jebakan. Dia menyalakan tombol on untuk merekam pertemuan mereka dengan video HP.
Setelah yakin posisi HP-nya pas, dengan wajah serius dia bertanya kepada Tini. Pertanyaannya mulai mengarah. Misalnya, sudah menikah belum, sudah punya pasangan belum; yang ternyata dijawab dengan bahasa tubuh. Tini menggoyang-goyangkan bahu dan kepalanya.
Berbarengan dengan itu, bergoyang pula perangkat lunak di dada Tini. Ini yang membuat sekujur badan Miko berdesir. Seperti gringgingen, tapi nikmat. Miko lantas melanjutkan pertanyaannya, “Bisa kita lanjutkan pembicaraan di hotel?” Tini kembali menjawab tanpa kata. Dia mengangkat pundak dan ujung mata disertai senyum penuh arti. Senyum yang sangat tipis. Tipiiis sekali, nyaris tak terlihat.
Kepada Bandi, Miko mengakui Tini tidak sepenuh hati melayani percakapan itu. Gesture tubuhnya menampakkan hal itu. Ada keraguan dalam menapaki setiap jengkal gerak dan langkah.
Tini tidak banyak berkata. Dia lebih banyak diam. Bibirnya selalu terkatup. Hanya digunakan untuk senyum, senyum, dan senyum. Bahasa lain diungkapkan lewat anggukan atau gelengan. Mirip penyandang tunawicara.
Mereka pun beranjak ke motel di kawasan HR Muhammad. Tapi sebelum masuk halaman motel, tiba-tiba HP Miko berdering. “Maaf Mbak, ada panggilan dari bos di kantor,” kata Miko.
Mereka terpaksa balik arah. Miko lantas mengantarkan Tini pulang. Tidak ke rumah, karena Tini hanya minta diantar ke Terminal Joyoboyo. Miko tak lupa menyelipkan sejumlah uang saat bersalaman dengan Tini.
Menurut Bandi, panggilan dari bos yang dikatakan Miko hanyalah akal-akalan temannya itu. Miko hanya ingin memastikan Tini memang perempuan bispak. Karena itu, ketika mobil sudah memasuki motel yang memang bisa disewa per jam dan tidak ada keraguan, Miko segera balik arah.
“Itulah pengakuan teman akrabku Miko. Dia menceritakan pengalamannya setelah beberapa kali menginformasikan bahwa istriku tidak beres. Sebelumnya memang aku tegaskan bahwa aku tidak percaya. Tidak. Titik. Tidak mungkin Tini seperti itu,” kata Bandi.
Tapi, kali ini Bandi harus meyakininya karena Miko menunjukkan bukti rekaman video. Setelah menonton hasil rekamann Miko, Bandi tidak segera pulang. Bandi yang dijemput Miko dan diajak sarapan di kawasan Sepanjang, Taman, Sidoarjo, meminta temannya itu mengantarkan ke Padusan, Pacet, Mojokerto. Bandi ingin ditinggalkan menyendiri di sana.
“Pikiranku kacau. Waktu itu aku ingin mengakhiri hidup. Makanya aku minta diantar ke Pacet. Aku berencana terjun bersama air terjun Grenjengan. Aku ingin mati di antara keindahan alam,” kata Bandi. Memorandum sempat tersenyum, mau bunuh diri saja memilih tempat yang harus indah. Benar-benar pecinta alam sejati. Wkwkwk wcwcwc… (bersambung)