Kediri, memorandum.co.id - Mencium adanya dugaan data fiktif siswa dan pemalsuan data pada salah satu lembaga pendidikan di tingkat TK di Desa Jambean, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, yang dilakukan mantan Kepala Sekolah (Kasek) Sri Mulyanti Hartini, pihak yayasan/lembaga langsung melaporkannya ke polisi.
Ketua Yayasan/Lembaga Perkumpulan PAUD Dharma Wanita I Desa Jambean, Rosiana Indriani melalui penasihat hukum (PH) Samsul Arifin melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Kediri.
Dalam laporannya, Samsul Arifin mengungkapkan, bahwa terlapor Sri Mulyanti Hartini pada saat menjabat kasek ada dugaan telah melakukan korupsi, yaitu dengan cara data fiktif terhadap siswa dan pemalsuan data, dengan tujuan agar dana BOP bisa cair.
"Cara-cara tersebut tentunya merugikan pihak sekolah dan lembaga yang menaungi sekolah itu sendiri. Tentunya hal ini merugikan keuangan negara," ungkap Samsul, usai melakukan pelaporan di Mapolres Kediri, Rabu (8/9/2021).
Karena dengan adanya data fiktif dan palsu yang dipergunakan Sri Mulyanti Hartini, maka tentu ada keuangan negara yang mengalir pada yang bersangkutan.
"Oleh karena itu kami berharap pada pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti," tandasnya.
Selain terkait data fiktif, lanjut Samsul, dia (Sri Mulyanti Hartini) sampai saat ini masih menerima uang sertifikasi. Padahal sudah diberhentikan dari lembaga, meskipun saat ini sudah pindah ke lembaga lain.
"Atas temuan itu kami minta dari kepolisian untuk memanggil dari pihak dinas pendidikan guna membuat terang permasalahan ini," papar pengacara asal Desa Jambean.
Disinggung terkait kerugian negara, Samsul belum bisa memberikan keterangan lebih rinci.
"Sementara untuk kerugian belum bisa ditafsirkan, karena selama masih menjabat kepala sekolah kurang lebih selama 5 tahun, dia tidak pernah membuat laporan baik itu terhadap kegiatan maupun keuangan yang dia terima," pungkas Samsul.
Terpisah, terlapor Sri Mulyanti Hartini ketika dihubungi melalui HP terkait dugaan korupsi dengan cara pemalsuan data fiktif siswa, malah dirinya mengaku tidak faham terkait masalah tersebut.
"Maaf mas, data siswa mana yang saya palsukan atau fiktif dan itu tahun berapa?," ujar Sri Mulyanti Hartini sambil balik bertanya.
Sekitar Januari lalu, sambung Sri Mulyanti Hartini, dia diundang resmi oleh pihak lembaga untuk musyawarah di desa. Pada musyawarah tersebut juga dihadiri Kepala Desa Jambean, penilik IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia) dan pengawas.
"Di hadapan mereka, Rosiana Indriani, selaku Ketua Yayasan/Lembaga Perkumpulan PAUD Dharma Wanita I Desa Jambean, mengatakan kalau di lembaga pendidikannya (TK) tidak ada permasalahan," terang Sri Mulyanti dengan tegas.
Setelah dari acara musyawarah tersebut, tambah Sri Mulyanti Hartini, sekitar pukul 16.00, dirinya mendapatkan surat pemberhentian tanpa prosedur. Yaitu tanpa surat peringatan (SP) 1 sampai 3.
"Atas kejadian tersebut saya lapor ke disnaker hingga sampai di tingkat Mahkamah Agung (MA). Yang mana, dalam putusan MA saya menangkan. Mungkin atas kejadian ini, mereka terus mencari-cari kesalahan saya, untuk meng-shock therapy saya," pungkas Sri Mulyanti Hartini.
Sri Mulyanti Hartini menegaskan, pihaknya akan memaparkan lebih detail setelah ada pemanggilan dari penyidik.
"Nanti akan saya paparkan lebih detail setelah ada pemanggilan dari penyidik. Karena akan diketahui permasalahnya dan akan beberkan semua permasalahan," tegasnya.
Sekadar diketahui, Samsul Arifin dalam melakukan pelaporan ke Mapolres Kediri didampingi beberapa pengurus Yayasan/Lembaga Perkumpulan PAUD Dharma Wanita I Desa Jambean. (mis/fer)