Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Keesokan harinya Jono tidak juga muncul. Memorandum menimbang-nimbang hendak meneleponnya, tapi ragu. Mungkin dia sedang ada urusan yang harus diselesaikan. Atau entah apalah.
Hari berganti hingga yang ketiga, Jono belum juga muncul. Memorandum akhirnya nekat menelepon. Pagi buta itu juga. “Pak Yuli?” tanyanya sebelum Memorandum sempat mengucap salam.
“Kok lama tidak muncul?”
“Kenanga tidak ada di rumah.”
“Maksud Mas Jono?”
“Pagi itu setelah terakhir kita bertemu, dia sudah tidak ada. Padahal, ketika aku berangkat ke masjid, dia masih tertidur.”
“Pulang ke orang tua?”
“Di rumah orang tuanya tidak ada.”
“Di tempat kosnya dulu?”
“Tidak ada juga.” Jono kemudian bercerita bahwa Kenanga pernah ditelepon Toni. Nadanya mengancam. Minta perempuan itu meninggalkan ayahnya. Bila tidak, Kenanga akan dilaporkan ke polisi.
“Waktu itu sudah kukatakan tidak mungkin Toni benar-benar akan melapor ke polisi. Pasal apa?” Tapi, Kenanga tidak mengindahkan perkataan Jono. Perempuan berbodi 11:12 dengan Indah Kalalo itu selalu ketakutan.
Sikapnya yang selalu ceria berubah 180 derajat. Jadi pendiam dan pemurung. Sebelum menghilang, kerjanya cuma nonton TV dengan pandangan kosong atau duduk di teras belakang rumah memandangi lalu lalang ikan cupang di akuarium kecil di atas meja.
Sikapnya di ranjang juga demikian. Berubah drastis. Pemuja 1.001 gaya itu hanya telentang menunggu serangan. Itu pun pasif. Tanpa respons sedikit pun, walau sekadar goyang gergaji, goyang patah-patah, atau goyang sampan yang lembut mengalun.
Jono mengaku sudah me-ngubek-ubek rumah-rumah yang pernah ditempatinggali Kenanga atau kantor bekas tempat kerjanya. Semua tidak memiliki informasi berarti.
Sebenarnya ada sih informasi. Tapi sangat meragukan. Dari pemilik kedai rokok di ujung gang. Katanya dia pernah melihat Kenanga nyengklak Ninja di pertigaan gang.
Hanya, orang itu sendiri ragu: yang nyengklak bener-bener Kenanga atau bukan. Sebab, dia melihatnya dari jauh. Sekembali ke kedai dari buang hajat di rumah. Jaraknya sekitar 100 meteran.
“Aku sendiri bingung. Kalau memang iya, siapa sebenarnya pemilik Ninja itu? Kalau bukan, ke mana perginya Kenanga? Ini satu-satunya informasi,” kata Jono galau.
Toni yang dituding ayahnya sebagai penyebab kepergian Kenanga tidak merasa bersalah. Dia malah bersyukur. Bila perlu perempuan tersebut tidak usah kembali. Begitu katanya.
Putus asa, Jono bermaksud melaporkan hilangnya Kenanga ke polisi. Dengan begitu, kalau terjadi apa-apa dirinya tidak disalahkan. Tekad itu sudah bulat, ketika tiba-tiba suatu sore ada telepon masuk. Dari Kenanga. (bersambung)