Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Mina hanya mampu bersejinjit pelan, sangat pelan, meninggalkan ruang tamu. Dia tak mau tahu apa yang terjadi seterusnya antara sang tante dengan pacar temannya. Walau begitu, suatu saat Mina keceplosan bertanya saking penasarannya.
Dia bertekad tidak akan pernah lagi ingin mengetahui apa yang terjadi terhadap Ningsih. Kapok. Mina bahkan berusaha menghapus total bayangan-bayangan saru tadi.
Semua akhirnya berjalan normal kembali. Mina dengan kecerdasannya berhasil lulus dari SMA dan menempati peringkat kedua di sekolah. Dengan dorongan Ningsih, Mina bahkan sukses menjadi salah satu mahasiswi universitas negeri paling bergengsi di wilayah Indonesia Timur.
Ningsih tak pernah berhenti men-support Mina. Perempuan yang masih tampak tanda-tanda kecantikan alaminya ini juga tidak pernah melarang Mina berpacaran, asal hal itu bisa meningkatkan semangat belajar sang keponakan.
Setelah Mina mengenalkan pacarnya kepada Ningsih, tantenya tersebut malah membuka lebar-lebar kesempatan pacar Mina untuk kapan saja menemui Mina. Cowok ganteng asal Bali tadi, sebut saja I Gde Manuke (22), diberi kebebasan penuh.
Bila lama tidak bertandang ke rumah, Manuke malah sering ditanyakan Ningsih kepada Mina. “Saya senang karena Tante menyetujui hubungan kami. Bahkan memberi kami kebebasan,” kata Mina. Saat mengucapkan kalimat ini, di wajahnya tampak ada titik-titik binar, namun segera tersaput kabut hitam. Perlahan meredup, bahkan nyaris padam.
Sebab, Mina yang semula menilai sikap Ningsih sebagai dukungan itu pelan-pelan berubah. Bahkan akhirnya berbalik 180 derajat. Ini terjadi setelah Mina memergoki Ningsih bersikap sangat mesra kepada Manuke.
Kalau hanya sekali-dua kali, bisa saja Mina menganggap itu sebagai kebetulan. Masalahnya, hal tersebut terjadi berkali-kali. Semula Ningsih sepintas melihat tantenya menggandeng Manuke masuk rumah.
Kali lain Mina memergoki Ningsih sengaja menunggu kedatangan Manuke di teras. Ini kentara sekali karena sikapnya nyaris sama dengan yang dia lakukan selama ini terhadap Manuke. “Sepertinya Tante ingin menggunting dalam lipatan,” kata Mina.
Yang paling membuat deg-degan Mina, suatu hari Ningsih menawarkan sesuatu yang seharusnya tidak pantas ditawarkan. “Tante menawarkan kepadaku begini, ‘Mil, kalau memang dibutuhkan, Tente nggak melarang lho kalau pacarmu itu menginap di sini. Mungkin dia bisa membimbingmu belajar lebih intensif,’ Saat itulah kecurigaanku menguat,” tutur Mina.
Dan benar saja, beberapa hari kemudian justru Manuke yang minta izin Mina untuk menginap. Alasannya lebih tidak masuk akal: besuk pagi-pagi buta hendak terbang ke Singapura. Kalau berangkat dari rumahnya di Benowo, Manuke takut macet dan ketinggalan pesawat. Rumah Mina di Gubeng lebih dekat ke bandara. “Padahal dia kan bisa lewat tol,” kata Mina. (bersambung)