Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Sebenarya wajahnya cantik. Bodi proporsional. Kulit putih bersih. Sayang, pesona itu ditenggelamkan rambut acak-acakan dan wajah tak ber-make up. Kumuh kayak tong sampah. Sorot matanya kosong.
Perempuan berusia sekitar 30 tahunan itu duduk di kursi ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya. Ada tempat kosong di sebelahnya. Kebetulan Memorandum mendekat dan permisi mau duduk.
Jangankan memersilakan, perempuan tadi, sebut saja Nana, hanya diam. Menoleh pun tidak. Perempuan di kiri Nana menyenggol lengannya, baru dia bereaksi, “Monggo,” katanya memersilakan Memorandum duduk.
“Maaf, dia dia masih trauma,” kata wanita di sebelah Nana, yang ternyata kakak kandungnya. Sebut saja namanya Hanum.
Basa-basi pun tercipta di antara kami. Menurut Hanum, adiknya trauma terhadap lelaki karena baru saja disakiti suaminya, sebut saja Kozin (33). Pria tersebut mengkhianati cinta mereka di depan mata. Terang-terangan. Blak-blakan.
Saking traumanya, adiknya tersebut sampai menilai semua laki-laki sama. Tidak bisa dipercaya. Apalagi, sebelumnya suami Kokom pun melakukan hal serupa: berselingkuh.
“Semua lelaki sama. Pengkhianat,” sela Nana sambil memandang Memorandum. Kali ini sorot matanya tajam penuh kebencian. Seperti ada lava panas memancar dari bola matanya.
Kokom mencoba menenangkan adiknya. Diraihnya pundak Nana, ditepuk-tepuk, lalu didekatkan kepala Nana ke pundaknya. Lantas dielus-elusnya rambut sang adik. Penuh kasih.
Kokom mengaku bisa memahami apabila Nana sampai trauma. Sebab, sebelum tragedi itu terjadi, rumah tangga adiknya berjalan sangat harmonis. Nana sering memuji-muji Kozin di depan saudara-saudaranya, termasuk Kokom.
Nana mengaku bangga memiliki suami sebaik Kozin. Orangnya genteng, penuh pengertian, sabar, dan pandai mengalah. Karena itu, perubahan perilaku Kozin dirasakan Nana sangat menyakitkan.
Pelan-pelan Kokom mengubah posisi duduknya untuk menyamankan posisi Nana yang ternyata tertidur di pelukan sang kakak. “Dia sering begini. Tidak tidur berhari-hari, kemudian tidur sembarangan ketika rasa kantuk menyerangnya,” kata Kokom.
Orang-orang di samping Kokom berdiri, mempersilakan tempat duduknya dipakai Nana agar bisa tidur selonjor. Memorandum membantu mengangkat kaki Nana agar bisa bertumpu di kursi.
Kokom minta maaf kepada orang-orang, lalu melanjutkan menceritakan kisah adiknya kepada Memorandum. Menurut Kokom, rumah tangga adiknya yang dibina sejak 12 tahun lalu mulai goyah sejak kepindahan tetangga baru pada 2015. Mereka adalah sepasang suami-istri pindahan dari Tulungagung, kota kelahiran suami Nana.
Tak butuh waktu lama, kedua keluarga ini menjadi akrab. Mungkin itu dikarenakan Kozin dan perempuan pasangan suami-istri yang baru pindah tersebut adalah teman lama. Mereka teman sekelas sewaktu duduk di bangku SMA.
Keakraban itu diwujudkan dalam berbagai acara. Saling mengundang makan malam, nonton bioskop dan rekreasi bersama, atau saling mengirim bingkisan. Sampai suatu saat, Nana khawatir terjadi sesuatu terhadap saminya. Tidak seperti biasa, Kozin mulai bersikap aneh. Dia menjadi serba tertutup. Sering menelepon atau menerima telepon secara diam-diam, bahkan menyembunyikan tersebut bila di rumah.
Nana yang penasaran selalu memperhatikan di mana HP tersebut disimpan. Suatu waktu, secara sembunyi-sembunyi Nana mengambil HP Kozin ketika suaminya itu sedang mandi. HP itu diambil dari bawah tempat tidur. Kala melihat WA di HP sang suami, matanya terbelalak kaget. (bersambung)